12/12/2012

Berbagilah, Lalu Bahagialah.


Suatu malam, di sebuah warung nasi dan mie goreng di pinggir jalan, aku menikmati makan malamku sendiri. Warung itu tidak begitu ramai, hanya ada aku dan 3 orang lainnya yang sedang berbincang seusai menikmati makan mereka. Masih banyak meja  dan kursi kosong. Waktu itu memang sudah terlalu larut untuk makan malam, tapi aku lebih menikmati makan malam di jam-jam seperti ini, yang pasti nggak banyak antrian dan pasti dapet tempat duduk.
Pesananku datang, sepiring mie goreng dengan tambahan rajangan lombok yang banyak. Aku menikmati sesuap demi seuap mie gorengku. Di tengah makan malamku, aku dipaksa menoleh oleh suara anak kecil. 

"Om, minta uang buat beli buku oom.." Aku melihat 2 anak kecil. Satu anak kira-kira berumur 9 tahun dan satu lagi seorang anak yang badannya lebih kecil, mungkin itu adiknya. Pakaian mereka nggak begitu kumal walaupun mereka nggak memakai alas kaki.

"Aduh, kamu ngapain malem gini minta-minta? Siapa yang nyuruh? Bapakmu? Sini suruh sini!" kataku sok jagoan yang nggak dipedulikan oleh kedua anak itu.

"Oom.. buat beli buku oom.." Rengeknya terus menerus.

"Iya Oom.. Iya oom.." Tambah si kecil.

Aku terenyuh melihat terhadap 2 anak itu. Ini sudah hampir jam 11 malam dan mereka masih minta-minta (atau mengemis dalam bahasa kasarnya). Alasan membeli buku atau membeli rumah akupun nggak peduli, yang jelas anak-anak ini meminta-minta kepada orang lain, jelas cara yang salah. Nggak tau siapa yang menyuruh dan mengajari mereka.

"Gini, aku nggak mau ngasih duit buat kamu buat beli apapun, tapi kalo kamu mau makan oom bayarin." Kataku tegas. "Mau nggak?" Tambahku.

Dua orang anak tersebut saling melihat dan akhirnya menoleh padaku sambil mengangguk.

"Ya udah sana, pesen sama bapak itu." Kataku sambil menunjuk bapak penjual mie sambil memanggilnya.

"Nasi goreng pak, kamu apa?" Kata si anak yang berbadan besar.

"Sama.." Jawab si anak yang lebih kecil pelan sambil malu.

"Pak, tolong anak-anak ini dibuatin 2 nasi goreng." Kataku kepada bapak penjaga warung.

"Minumnya apa dek?" kata si bapak itu.

"Es teh." Jawab si anak yang kecil.

"Es teh juga." Jawab si anak yang besar

"Dua nasi goreng sama 2 es teh pak. Nanti saya yang bayar." Jelasku kepada bapak penjual. Si bapak mengangguk dan mengiyakan.

"Sini, kamu duduk sini." Kataku kepada dua anak itu sambil menunjuk kursi panjang yang juga aku duduki. 
Mereka mendekat lalu duduk di sampingku.

"Kalian ini sekolah apa nggak? Jam segini kok belum tidur malah keluyuran minta uang?"

"Sekolah om, besok masuk siang." Jawab si anak yang besar.

"Aku juga besok masuk siang, jam dua belas oom." Kata si kecil semangat.

Aku tersenyum, tapi malah jadi bingung, kenapa semua masuk siang? SD mana di jaman sekarang yang masuk siang? Tapi sudahlah, aku nggak membahas itu lebih jauh dengan anak-anak ini."

"Tak kasih tau ya,nggak baik anak-anak keluyuran malem-malem gini. Kalian nggak takut sakit? Pake minta-minta pula. Itu namanya kalian tergantung sama orang lain. Kalian besok mau jadi apa kalau tergantung sama orang lain? Iya kalo orang lain punya uang, kalo nggak punya? Itu nggak baik buat kehidupan kalian di masa depan. Kamu tahu kan memberi lebih baik daripada menerima? Yaitu yang harus kalian camkan mulai dari sekarang. Kalau pengen uang ya harus kerja. Jangan malah minta sama orang. "

Anak-anak itu cuma diam sambil melihatku. Keliatannya aku mengoceh terlalu banyak kepada anak-anak itu, dan anak-anak itupun keliatannya nggak peduli. Akupun keliatannya sadar akan hal itu dan lalu terdiam merasa telah berpentas monolog di hadapan 2 bocah. 

Bapak penjual datang membawa pesanan mereka, 2 piring nasi goreng dan 2 gelas es teh.

"Ini, habiskan. Jangan sampe nggak habis." Kata si bapak penjual kepada anak-anak itu.  

Anak-anak itu makan dengan lahapnya seakan-akan belum pernah makan nasi goreng sebelumnya. Aku miris melihatnya tapi akupun lalu meneruskan juga makan malamku.

Nggak berapa lama, di saat aku menghabiskan sisa-sisa mie gorengku. Suara anak kecil lagi-lagi memaksaku untuk menoleh.

"Oom.. Kasih uang buat makan oom.." Kali ini kulihat seorang anak yang kira-kira seumuran dengan anak pertama tadi. 

"Oom.. Kasih buat beli buku oom.." Kata anak kecil itu lagi.

"Lhooh.. Tadi buat makan, sekarang buat beli buku. Yang bener yang mana?" Tanyaku.

"Oom.." Katanya terus menerus sambil mengadahkan tangannya ke arahku.

"Makan ya? Kalau makan aku mau bayarin. Aku nggak mau ngasih uang." Jawabku tegas. Anak kecil itu hanya melihatku lalu berlari ke depan warung dan menghilang dari pandanganku. Aku kebingungan tapi nggak begitu kupedulikan, mungkin dia nggak jadi makan karena dia pengen uang sedangkan aku nggak mau ngasih lalu dia lari.

Tapi tak berapa lama dia kembali lagi bersama 4 orang anak lainnya yang kira-kira seumuran. Aku kaget setengah mati. Si bapak penjual juga kaget tapi lalu menahan tawa melihat banyaknya anak di warungnya, terutama mimik mukaku yang terlihat sangat berubah sedikit panik. Aku membalikkan badan membelakangi si bapak penjual. Mencuri lihat ada berapa uang di dompetku sambil mengira-ira  berapa habisnya makan malamku dan rombonganku ini. Masih 130 ribu, kaliatannya masih aman, batinku.

"Sana pesen semua ke bapaknya." Kataku sambil menunjuk bapak penjual yang masih tersenyum lebar. 

"Saya yang bayar pak!" Tentu saja omonganku aku tegaskan dan kuarahkan supaya bapak penjual itu tau. Maksudnya agar bisa sedikit menutupi rasa maluku pada saat itu.

Anak-anak itu memesan makanan dan minumannya, setelah itu mereka duduk bergerombol bersama dua anak yang tadi telah datang duluan. Aku menyingkir dari tempat dudukku semula yang akhirnya diambil alih oleh anak-anak itu. Aku melepaskan ketegangan dengan membakar rokokku sambil tetap memperhatikan anak-anak tadi. Jumlahnya sekarang 6 orang, ditambah aku jadi 7. Aku sudah siap kalau uangku nggak cukup, aku bisa meninggalkan ktp atau simku di warung ini.

Akhirnya pesanan mereka datang. Pada saat mereka makan aku masih berusaha menyeramahi anak-anak itu tentang moral, jeleknya mengemis, dan kesehatan mereka, ditambah dengan sedikit ancaman.

"Pokoknya kalau besok malem aku masih liat kalian minta-minta, aku laporin kalian ke Satpol PP!"
Anak-anak itu hanya terdiam sambil terus menikmati makan malam mereka.

"Heh, dengerin itu omnya ngomong!" Kata bapak penjual yang mendekat sambil mengambil piringku yang kosong. Beberapa anak mengiyakan, dan beberapa anak lainnya hanya mengangguk.

Ah, sudahlah, mereka hanya anak kecil yang belum tau apa-apa batinku.

Aku sesaat memperhatikan mereka dan membayangkan apabila aku menjadi salah satu diantara mereka. 

"Tuhan, Selamatkan masa depan mereka.." Kataku dalam hati.

Aku menghabiskan rokokku lalu membayar semua pesananku dan anak-anak itu. Yak, sisa 20 ribu.  Aku lalu berpamitan kepada bapak penjual dan anak-anak itu.
Di atas motorku menuju perjalananku pulang ke kost,  aku masih mengingat kejadian tadi sambil tersenyum geli.

Terima  kasih semesta, hari ini aku bersyukur masih diberi kesempatan untuk berbagi. Tapi besok lagi, kabari aku sebelumnya agar aku bisa menyiapkan uangku dan memberi mereka lebih dari sekedar makan malam.


Cerita ini buat semua anak-anak di dunia yang terpaksa bekerja dan kehilangan masa kecilnya. 
Aku tahu Tuhan akan selalu melindungimu teman-teman kecilku.

28/10/2012

Sepasang Cicak Yang Pertama Bercinta Di Lepek Gelas Kopi


Dini hari, di sudut ruangan kantorku. Aku masih berkutat dengan pekerjaanku yang menumpuk dan membingungkan. Sepi,  hanya ada aku dan penjaga kantor yang sudah tertidur di kursi luar ruanganku. Playlist mp3 musik Indonesia, sebungkus rokok, dan segelas kopi yang tinggal tersisa sedikit bercampur dengan ampas kopi yang pekat setia menemani malam itu.

Di tengah pertempuranku dengan deadline pekerjaanku, tiba-tiba aku merasa merinding. Aku merasa ada yang memperhatikanku. Aku melihat di sekeliling ruangan kerjaku, nggak ada siapa-siapa. Aku berdiri dari kursiku dan melangkah melihat keluar ruangan. Nggak ada siapa-siapa selain pak Heri, penjaga kantor yang masih tertidur pulas di sebuah bangku panjang di ruang tamu.

Lagu Menjemput Impian milik KLa Project nyaring terdengar dari speaker laptopku, aku suka lagu ini, aku selalu memberi tempat di deretan lagu-lagu yang sering kuputar dan kudengarkan. Sementara aku terdiam menikmatinya. Tak berapa lama kemudian aku kembali mengalami kejadian yang sama dengan sebelumnya. Aku merasa masih ada yang memperhatikanku. MP3 player di laptopku kumatikan. Aku melihat ke sekelilingku, hanya ada rak-rak berisi file cabinet dan kertas. Aku berusaha mempertajam semua indra perasaku. Tiba-tiba aku mendengar suara gemeretak, sesekali berhenti tapi lalu ada lagi. Aku penasaran mencari darimana sumber suara itu. Asalnya dari mejaku. Aku melihat di sekeliling meja, nggak ada yang aneh. Hanya buku catatan, beberapa helai kertas di dalam map plastik, sebungkus rokok, dan gelas bekas kopi.  Tapi suara itu masih tetap ada.

Sesaat aku bingung, aku mencari sumber suara itu sampe ke kolong meja, dan tetap tidak kutemukan apapun. Aku mendekatkan kupingku ke arah laptop, jangan-jangan laptopku yang rusak dan mengeluarkan suara. Benar, suara itu semakin keras., tapi suara itu bukan berasal dari laptopku. Aku semakin penasaran, kudekatkan lagi kupingku hampir menyentuh layar laptop. Suara itu ternyata ada di belakang layar. Segera kucari sumber suara itu di belakang laptop dan kutemukan jawabannya.. DUA EKOR CICAK!

Kugeser posisi laptopku, kini kulihat mereka dengan jelas. "Hmmm..." gumamku. Seketika mereka kaget dan langsung menoleh ke arahku. Melihat sepasang cicak itu serempak menoleh, ganti aku yang nggak kalah kaget. "Fuuuuuu...!!" teriakku spontan. Ini cicak apa hantu tanyaku dalam hati.
Mereka kemudian sesaat saling berpandangan dan lalu bergerak sedikit menghadapku. Dalam posisi seperti ini aku merasa terancam. Jarak antara kami nggak sampai semeter. Sedikit konyol, karena aku membayangkan mereka akan melompat ke arahku dan menggigitku. Walaupun hanya cicak yang panjangnya 10 cm, tapi mereka berdua dan aku sendirian. Aku terdiam sambil berpikir untuk mencari benda apapun yang sekiranya bisa menjadi alat pertahanan diriku kalau seandainya mereka menyerangku. Perlahan aku meraih map plastik di depanku, seandainya mereka melompat ke arahku aku akan langsung menepisnya dengan map plastik itu.

Mereka masih diam memperhatikanku tidak berkedip (Sebenarnya sampai sekarang aku nggak tau cicak bisa kedip apa nggak). Aku pun hampir melakukan hal yang sama. selama beberapa detik kami saling pandang  penuh curiga. Tegang, aku merasa sangat terancam.

"Ck ck ck ck.." Tiba-tiba salah seekor cicak bersuara. Map plastik semakin erat kugenggam.
"Kamu belum pernah liat cicak sebelumnya?" Kata seekor cicak sebelah kanan. Tubuhnya gempal, tapi tak sepanjang cecak satunya.

"Hag..." Aku menjerit tertahan karena kaget. Map yang akan kujadikan senjata tadi langsung kulepas  dan aku langsung memegang tangan kursi yang kududuki, tubuhku merapat ke sandarannya. Antara takut dan takjub. Baru sekali ini aku mendengar cicak ngomong. Aku langsung teringat film Doctor Doolitle, cerita Anging Darma hingga Nabi Sulaiman. Dan kini aku salah satu dari mereka.

"Ck ck ck.. Santai mas, nggak usah tegang dan takut gitu, kami nggak akan makan kamu." Kata cicak sebelah kiri.

"Nyak nyak nyak nyak.." Mereka berdua tertawa.

Aku misuh dalam hati. Keberanianku langsung tumbuh, nggak terima dituduh takut sama dua ekor cicak. 

"Trus kalian maunya apa?" Kataku sambil pura-pura tenang.

"Cuma mampir, tadi kami abis cari makan trus liat ada kopi. Siapa tau bisa nyruput dikit. Ck ck ck ck.." Kata cicak sebelah kiri.

Aku melirik gelas kopi di sebelah laptopku, tinggal sedikit air yang bercampur dengan ampas pekatnya. "Mmmmm... Itu abis, tapi kalo mau ambil ya sana." Kataku kagok.

Cicak sebelah kiri langsung menghampiri gelas kopi, lalu merayap naik. "Hei, ati-ati Aca!" Kata cicak bertubuh gempal.

"Tunggu bentar!" Kataku. Si cicak berhenti merayap naik. "Eee.. boleh turun dulu? Kataku kepada cicak yang sudah merayap sampai di bibir gelas. Si Cicak terdiam sejenak kemudian menuruti perintahku untuk turun. Aku kemudian mengambil gelas itu dan menuangkan sisa air kopi ke piring lepek alas gelas kopi. Tinggal beberapa tetes yang bisa kutumpahkan. "Ini lebih ok, silahkan minum. Daripada kamu masuk ke gelas dan nggak bisa keluar lagi."

"Nyak nyak nyak nyak nyak..." Mereka berdua tertawa lepas sambil menghampiri piring lepek tadi. 

"Makasih." Kata cicak yang bernama Aca tadi. 

"Ya.." Balasku. Aku memperhatikan mereka berdua menikmati kopi  tadi.
Aku masih takjub dengan keadaanku yang tiba-tiba bisa berbicara dengan cicak, tapi sekarang aku lebih tenang. Aku sedikit mendekat ke arah mereka dan lebih memperhatikan tingkahnya.

"Ok, jadi kamu Aca dan, kamu pasti Aci..?" Tanyaku.

"Nyak nyak nyak.. Tebakanmu terlalu manusia. Dia Anung.." Jawab Aca sambil memandang cicak bertubuh gempal.

"Nyak nyak nyak nyak..." Si Anung ikut tertawa sambil mengadahkan kepalanya ke arahku.

"Ok Aca dan Anung, salah dikit. Tapii.. kalian pacaran kan?"

"Darimana kamu tau kami pacaran?" Tanya Aca.

"Itu buntut kalian saling melingkar satu sama yang lainnya" Jawabku.

Si Aca langsung melepas buntutnya dari buntut Anung, dia bergeser menjauh dari Anung. Aca terlihat malu. Aku susah menggambarkan cicak malu kepada kalian, tapi percayalah cicak yang tersipu malu itu sangat aneh dan lucu.

"Nyak nyak nyak nyak.." Anung tertawa melihat Aca. "Iya, kami baru aja ketemu dan kami memang baru jadian." Anung menjelaskan.

"Ah kamu..  Sekarang aja sombong, tadi mau nembak aku trus ngomong seneng aja  buntutmu gerak-gerak nggak karuan kaya hampir copot tapi mulutmu nggak ngomong apa-apa." Kata Aca.
Sekarang ganti Anung yang salah tingkah. Dagunya ditempelkan ke piring lepek, buntutnya bergerak ke kiri dan ke kanan nggak jelas.

"Hahahaa... Udah ah, kalian aneh tapi lucu." Kataku sambil ketawa. "Eh, tapi kalian bangsa cicak memang doyan kopi ya? Di kostku aku selalu melihat ada cicak di setiap gelas kopi di dapur, ada yang masih hidup tapi beberapa ada yang mati tercebur." Tanyaku

"He'em.." Kata Aca sambil menyruput kopinya. "Sebenernya aku sendiri seneng minum kopi karena setelah minum kopi aku jadi merasa punya tenaga tambahan. Kamu tau sendiri cara kami mencari makan nggak gampang. Kami merayap kesana-kesini, berlama-lama nempel di dinding untuk nunggu ada semut atau nyamuk khilaf lewat."

"Iya, butuh tenaga dan kesabaran ekstra." Anung menimpali.

"Tapi telapak tangan.. eee, maksudku kaki kalian kan memang diciptakan bisa menempel dimana aja?" Kenapa harus butuh tenaga tambahan?"

"Iya bener, tapi konsentrasi itu butuh tenaga juga. Telapak kaki kami memang bisa nempel dimana aja, bahkan jalan di kaca aja kami bisa. Tapi nggak segampang itu. Kamu bayangin, kalo kamu nempel di plafon melawan gravitasi dan harus ngejar nyamuk. Kamu harus memecah konsentrasi untuk tetap nempelin 4 kaki kamu di plafon dan mengejar makananmu. Kalo kamu salah posisi dan kakimu nggak ada yang nempel sama sekali ya kamu pasti jatuh." Jelas Anung.

Aku membayangkan sambil menahan ketawa. Bener juga, nggak gampang. Susah jadi Cicak.

"Lalu kenapa bangsa kalian sering tenggelam di gelas kopi?" Tanyaku lagi.

"Ck ck ck ck... Sebenarnya nggak cuma di gelas kopi. Susu coklat, teh, bir.. Apapun. Kami terlalu penasaran untuk nyicipi semuanya.." Jelas Anung

"Dan Serakah!" Tambah Aca

"Serakah?" Tanyaku.

"Iya, kamu tau ungkapan Cecak Nguntal Cagak? Itu sebenarnya realitas yang terjadi pada bangsa cicak. Banyak cecak terlalu serakah, selalu ingin lebih dan lebih. Kalo mereka sudah merasakan semut, mereka pingin nyamuk, lalu pingin lalat, lalu coro dan seterusnya. Begitu juga kalo mereka mendapatkan kopi, mereka nggak hanya ingin meminumnya, tapi bahkan meminum sambil berenang. Padahal jelas-jelas cicak nggak bisa berenang, ya mampus.. Nyak nyak nyak.." Jelas Aca sambil tertawa.

"Tragis.." Anung menambahi sambil menikmati kopinya.

"Hihihiii... Dan kalianpun lama-lama akan makan buaya." Aku menimpali.

"Ya.. Cecak nguntal boyo! " Kata Aca. Lalu sepasang cecak itu tertawa bareng.

"Tapi.. Kalian pernah kepikiran makan manusia?" Tanyaku serius sekaligus deg-degan.

"Nyak nyak nyak nyak.. Kalo kami makan manusia, lalu pasti nggak ada lagi kopi yang bisa kami minum." Anung menjelaskan.

"Kalian cicak yang oportunis ya. Hahahaha.."

"Ini pola win-win solution, sekarang coba bayangkan berapa kerugian kami ketika kalian bangsa manusia membunuh nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk semprot. Bangkainya aja aku tetep nggak mau makan. Tapi kalian ganti dengan membuatkan kami kopi. Ini semacam sub ekosistem yang anggap saja mutualisme. Kalian mengambil makanan kami tapi kalian ganti dengan sesuatu yang lain." Kata Anung.

"Haduh.. Kamu pintar buat teori, tapi nggak pintar nembak aku tadi." Ejek Aca.

"Haeeee...." Anung hanya memandang Aca manja sambil buntutnya melingkar lagi di buntut kekasih barunya itu.

"Ciyeeeh..." Aku menggoda mereka.

"Hei mas.. Makasih buat kopinya. Kamu baik." Kata Aca. Anung melihatku juga sambil mengangguk. Mereka sama-sama turun dari lepek.

"Sama-sama. Kalian juga lucu. Eh, kalian mau pergi?" Tanyaku.

"Keliatannya iya, kami mau pulang." Jawab Anung.

"Kalian tinggal dimana emangnya?"

"Ya ini sebenarnya kami mau buat rumah." Kata Anung.

"Ooh.. Iya, pasangan baru, rumah baru, hahaha.."

Sepasang cicak itu lalu pergi begitu saja, merayapi meja menjauh dariku. Sesekali berhenti lalu buntutnya saling menyenggol satu sama lain. Aku memperhatikannya sampai Mereka turun dari mejaku.

"Sama siapa pak? Suara itu mengagetkanku.

Aku menengok ke arah suara, kulihat pak Heri yang bertanya.

"Anu pak.. Tadi ada telepon dari Jogja." Jawabku berbohong.

"Oh, keluargakah? Ada urusan pentingkah? Kok jam segini telepon? Tanya pak Heri ikut panik.

"Nggak pak, bukan urusan penting kok. Itu si Anung yang telepon. Temen di Jogja. Cuma ngobrol biasa aja kok pak." Jawabku

"Oooh.. Saya kira ada kabar penting. Ya sudah dilanjut ya pak." Kata pak Heri.

" Ya pak, makasih." Jawabku.
Aku melihat pak Heri meninggalkan ruangan. Lalu aku kembali menengok ke arah terakhir sepasang cicak tadi berada. Mereka sudah hilang. Aku memperhatikan sekeliling ruanganku, lantai, lemari, tembok. Mereka benar-benar menghilang.

"Hedeh.. Malam yang aneh.. Sampe ketemu cicak-cicak lucu." Kataku sambil berkemas-kemas untuk pulang ke kost.

23/08/2012

Sesaat Subuh, Sekarung Doa Dan Harapan

Tempat kost baru! Akhirnya aku mendapat sebuah kamar kost setelah hampir 3 bulan di Balikpapan aku menumpang di rumah kakak angkatan kuliahku dulu. Ceritanya sih pengen terus numpang karena ngirit, tapi lama-lama sungkan dan nggak enak. Ahihii...

Tempat kost itu terlihat adem, banyak pohon di sekitarnya, sebuah rumah lama yang bersekat kayu tebal. Bersih dan tampak rapi. Di tempat itu hanya ada 4 kamar yang 2 diantaranya akan menjadi milikku dan temanku sesama perantauan dari Jogja. Terdapat 2 kamar mandi yang terpisah dari kamar walaupun masih di rumah yang sama, jadi 2 orang banding 1 kamar mandi, lumayanlah nggak bakal antri, apalagi 2 penghuni lainnya kerja di oil company yang memberlakukan sistem on - off, jadi bakal sepi rumah kost ini.

Harga Rp. 550 ribu/ bulan langsung kusepakati  dengan pemilik kost, seorang ibu separuh baya yang tinggal cuma berdua dengan anaknya. Sebenarnya tidak berdua, total ber-empatbelas dengan 12 anjingnya. Mungkin ini yang membuat ia menyewakan tempat kostnya sebegitu murahnya. Sekedar untuk catatan, harga pasaran kamar kost di Balikpapan lumayan tinggi, rata-rata 750 ribu/kamar/bulan dengan fasilitas yang sama dengan kamar kost baruku ini. Tapi untuk aku, ada hewan peliharaan di sebuah rumah merupakan sebuah anugrah, menjadikan rumah itu lebih hidup.

Hari berganti hari, setelah aku menempati tempat tinggal baruku. Aku menemukan lagi alasan kenapa tempat kost ini begitu murah, masjid! Sebuah masjid berada kira-kira 100m dari kostku, secara posisi letaknya di bawah kost, tapi masjid itu juga tinggi dan mempunyai sebuah pengeras suara yang menghadap ke kostku, alhasil "toa" tadi ibarat berhadapan muka dengan kostku.

Ramadhan datang, dan inilah puncak kemenangan 'Toa" tadi. Tak hanya puas dengan informasi imsak yang biasa dilagukan seperti masjid-masjid di Jogja, masjid di Balikpapan pun mengganti suara manusia dengan bunyi sirine seperti yang aku pernah tahu di TVRI dengan kekuatan penuh. Dulu, biasanya setelah sahur aku langsung tidur, tapi di sini jangan harap tidur sebelum sirine itu berbunyi.

Sebulan akhirnya berlalu, Idul Fitri pun telah lewat beberapa hari, tapi sisa traumanya masih ada dalam bentuk insomnia dan semakin parah. Sekarang aku baru bisa tertidur pada jam 7 pagi. Terima kasih penemu pengeras suara bernama TOA!!

Hmm.. tapi sebenarnya dibalik semua sakit tadi, aku menemukan sebuah perasaan yang bernama kesepian. Dimana aku merasa sebagai orang yang jauh dari keluarga, saudara, teman-teman dekat, dan... cinta.
Di sebuah subuh paska hari raya, aku benar-benar merasakan kesepian itu datang. Aku menunggu subuh. bukan suara berisik yang kurindukan, tapi suara adzan subuh sebagai tanda ajakan orang untuk bangun dari tidurnya dan melakukan perintah sholat. Suara itu datang, kunikmati sambil menghisap rokokku, lantunan puisi berbahasa Arab yang menyerukan kebesaran-Nya. Kuputuskan untuk menunggu hingga datang  iqomat, aku benar-benar menikmatinya. 

Iqomat berakhir, hening tiba menggantikan. Aku bangun dari dudukku, kumatikan rokokku dan berjalan menuju kamar mandi untuk wudhu. Setelahnya aku mengganti celana pendekku dengan celana panjang yang untungnya sudah terlaundry dan wangi. Aku ambil jaketku, aku gelar sebagai pengganti sajadah. Aku berniat subuhan..

Usholli fardlosh shubhi rokataini mustaqbilal qiblati adaan imaaman ma'muuman lilahita'ala..

Aku sholat subuh! Seusainya, aku terus terduduk bersila. Aku beryukur masih bisa sholat subuh hari ini, berterima kasih kepada Tuhan diberi kesehatan dan rejeki. Aku berdoa agar diberi kekuatan untuk berpikir dan bekerja. Aku memohon agar event-eventku nantinya berhasil. 
Aku bacakan Al Fatihah untuk almarhumah mamaku sambil membayangkan wajahnya pada saat terakhir aku bertemu sebelum dia menghembuskan nafas terakhirnya. Aku rindu suaranya memanggil namaku. Aku rindu marahnya, aku rindu ketawanya. Tuhan, titip mama, berilah tempat terbaik di sana.
Aku berdoa untuk papaku, aku memohon agar dia diberi kesehatan dan umur panjang. Selama ini aku merasa nggak pernah jadi anak yang berbakti dan penurut. Belum ada kebanggan yang bisa kuberikan kepada orang tuaku. Tuhan, berilah aku waktu untuk membahagiakannya.
Aku berdoa untuk kakakku, istrinya, dan ponakanku yang jarang aku kunjungi. Aku memohon agar aku diberi kesempatan untuk bertemu dengan mereka dalam keadaan yang tak kurang apapun. 
Aku berdoa untuk adikku, agar Tuhan memberi adikku yang terbaik di karir dan hidupnya. 
Aku berdoa untuk untuk teman-teman yang selama ini telah membantuku dan baik kepadaku. Tuhan, berikan mereka balasan kebaikan beribu-ribu kali  lebih banyak dari yang mereka berikan padaku selama ini.
Aku berdoa untuk cintaku, aku memohon untuk bisa didekatkan lagi dengannya, selama ini kami selalu terpisahkan oleh jarak. Aku memohon untuk diberi kesempatan lagi memulai semuanya dari awal ketika kami masih dekat. 4 tahun ini aku menunggunya, tunjukkanlah aku cara untuk bertemu dan saling menyinta ya Allah. Jaga hatinya untukku, jodohkanlah kami ya Allah..
Aku menahan tangis, tapi aku nggak bisa menahan banyaknya permohonan kepada Tuhanku. Maaf Tuhan, aku rewel subuh ini, dan aku akan tetap rewel subuh besok..

Suara burung dan gonggongan anjing menyadarkanku dari haru. Perlahan aku mengemasi jaket sajadahku. Dari kaca jendela kulihat gerimis. Aku mengambil sebatang rokok dan kunyalakan. Kujadikan doa dan harapanku sebagai asap, agar mereka bisa terbang jauh dan bertemu Tuhanku.


22/08/2012

Rumah Tuhan


Malam itu, 10 malam menjelang Idul Fitri. Dome Balikpapan dipenuhi orang. Mayoritas mereka adalah umat sebuah gereja di Balikpapan. Mereka datang untuk menyaksikan sebuah pertunjukan konser musik dengan bintang tamu Regina (idol). Sebenarnya mereka bukan sekedar menyaksikan konser musik, tapi mereka juga sekaligus mengumpulkan uang untuk pembangunan atap gereja mereka yang sudah hampir runtuh dimakan usia.
Panitia pembangunan gereja sengaja mengemas kegiatan pengumpulan dana ini dengan sebuah pertunjukan musik, dan akhirnya mereka berhasil mengumpulkan dana hampir 200 jt dari hasil penjualan tiket dan lelang di malam itu. Tidak sia-sia pengurus gereja dan panitia konser amal itu bekerja.

Aku jadi ingat ketika aku dulu di Jogja, aku sering makan di sebuah rumah makan Batak yang (tentu saja) menyajikan masakan non muslim. Beberapa kali aku menemui serombongan muda-mudi gereja mengumpulkan uang untuk tujuan pembangunan gereja ataupun kegiatan lainnya dengan mengamen di rumah makan itu. Mereka menyanyi berjam-jam, menunggu tamu datang lalu menyanyikan beberapa lagu rohani dan mendapatkan uang dari tamu yang bersimpati. Dan seingatku, mereka hanya menyanyi di tempat-tempat yang spesifik, seperti di rumah makan khas Batak tadi atau di rumah makan lain yang mempunyai menu spesifik juga.
Tidak jarang aku melihat di jalanan, sekelompok orang menggunakan sebuah mobil van yang di atasnya terdapat pengeras suara. Mereka meminta sumbangan untuk pembangunan sebuah masjid. Atau di lain tempat, aku menemukan orang-orang meminta sumbangan dengan menyodorkan amplop bertuliskan "Dana pembangunan masjid bla.. bla.. bla.." atau "Pondok Pesantren bla.. bla.. bla..". Mereka mencari sumbangan dimana-mana, di tempat umum. Terkadang, masjid atau pondok pesantren yang mereka wakili akupun nggak tau dimana letaknya.

Jadi gini.. Aku nggak akan ngomong minoritas - mayoritas. Aku lebih menyikapi tentang cara mereka mengumpulkan uang untuk membangun apapun hingga yang mereka sebut rumah Tuhan. Bahkan secara pribadi aku malu, dari bagitu banyaknya cara kenapa malah cara itu yang ditempuh saudara-saudaraku yang konon seiman (minimal di ktp)? Usaha dan cara yang baik tentunya menghasilkan sesuatu yang baik, apalagi dengan didasari itikad yang baik juga. Kalau kita mau sedikit berusaha dan berpikir, Tuhan pasti akan menunjukkan jalan dan merestuinya, apalagi untuk membangun rumah-Nya.





12/08/2012

Mudik Oh Mudik..


Baru tahun ini aku mengalami lebaran tidak di rumah. Lebaran-lebaran sebelumnya selalu kurayakan di rumah bersama keluargaku. Tapi sejak April 2012 kemarin ceritanya aku bekerja di Balikpapan dengan kontrak setahun di sini. Tidak terasa hari berganti, bulan berjalan dan Ramadhan datang, yang artinya sebentar lagi lebaran. Dan aku terjebak di Balikpapan tanpa bisa membeli tiket untuk pulang. Bukannya tanpa perencanaan untuk membeli tiket sebelumnya, tapi aku memang waktu itu belum punya uang untuk membeli tiket. Dan di saat aku sudah punya sedikit tabungan harga tiketpun melambung tinggi, melebihi cita-cita muliaku untuk bersilahturahmi dengan orang-orang terdekat di rumahku.

Tapi nggak ada yang harus disesali dengan gagalnya mudik. Paling nggak, uang yang telah aku tabung untuk membeli tiket bisa aku kirimkan ke rumah supaya aktifitas lebaran di rumah tetap bisa berjalan dengan aman. Keuntungan lainnya, aku terbebas dari pertanyaan-pertanyaan klasik basa-basi yang selalu menjadi trend di musim lebaran misalnya

"Kamu sekarang kerja dimana, dimana kantornya?"

"Kamu kapan lulusnya?"

Sampai pertanyaan yang menjatuhkan mental seperti

"Mana pacarmu kok nggak dikenalin?" atau

"Kapan nikahnya, kok belum ada undangannya ya?"

Nah kan? Nggak mudik bukan berarti harus sedih, semua pasti ada hikmahnya. Paling nggak buat kali ini aku bisa menunda menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.

02/08/2012

Tahu Tek Penyelamat Anak Kost





Aku perkenalkan makanan yang cukup populer di Balikpapan, Tahu Tek.

Tahu Tek sebenarnya makanan khas jawa timur, tetapi kita bisa mudah menemukannya di Balikpapan karena di sini populasi masyarakat Jawa, khususnya Timur cukup banyak, hampir 30% dari seluruh penduduk Balikpapan. Nggak tau kenapa namanya Tahu Tek, ada yang bilang dulu ketika berjualan keliling, penjualnya selalu membunyikan wajannya. Ada juga versi lain dinamakan Tahu Tek karena si penjual selalu membunyikan gunting yang digunakan untuk memotong bahan masakan.

Di jajaran kosakata kuliner, sebenarnya Tahu Tek bukan menu unggulan, tapi aku menganggap Tahu Tek sebagai menu istimewa karena harganya yang murah diantara makanan-makanan lain. Oh iya, FYI, jangan heran kalau berkunjung ke Balikpapan, di sini harga makanan cukup mahal untuk itungan orang yang pernah hidup di Jogja. Untuk perbandingan, nasi rames di Jogja bisa didapatkan dengan harga Rp. 5000 untuk menu nasi dan telur, tapi di Balikpapan bisa seharga Rp. 9000.. Bahkan kalau beli nasi ayam di warung pecel lele pinggir jalan, bisa keluar Rp. 20.000 sekali makan. Selamat datang di kota dengan biaya termahal di Indonesia. ( http://www.tempo.co/read/news/2012/07/16/058417256/Balikpapan-Kota-dengan-Biaya-Hidup-Termahal )






Ok, balik ke Tahu Tek. Makanan ini sebenarnya sederhana. Isinya lontong, tahu goreng, telur (pilihan), taoge, irisan timun, kadang kentang, dan disiram dengan sambel kacang dan di beri krupuk. Ini versi sangat sederhana dari gado-gado atau lotek di Jawa.







Warung Tahu Tek favoritku di Balikpapan ada di seberang RS Restu Ibu. Harganya Rp. 9000 satu porsi, lumayan murah dan kenyang. Cuma sayangnya, lontong yang mereka buat bungkusnya bukan dari daun pisang seperti yang kita sering temui di Jawa, mereka memakai plastik. Bagaimanapun keliatannya nggak sehat untuk menyampur makanan dan plastik lalu memasaknya bersamaan. 




26/06/2012

4 Tahun Sebuah Pertemuan


4 tahun lalu. Bukan berarti tepat di tanggal (aku mengunggah tulisan) ini, tapi kira-kira memang sudah 4 tahun pertemuan itu. Dan pertemuan itu bukan juga yang pertama. Petemuan yang sangat-sangat pertama.. mmmh, aku lupa kapan, mungkin 2 atau 3 tahun sebelumnya, tapi 4 tahun yang lalu aku akhirnya benar-benar mengenalnya.

4 tahun lalu. Akhirnya kami bertemu kembali setelah sekian lama tidak bertemu. Dulunya ya sekedar "kenal-kenal semut". Aku tahu namanya, dia tahu namaku, kalau ketemu saling menyapa,.ngobrol seadanya, trus udah. Seperti selayaknya teman. Kami dipertemukan kembali.
Namanya Lampion, perempuan, 25 tahun. Pertemuan kami di sebuah tempat nongkrong. Dia sendiri, aku juga sendiri. Kami saling menyapa dan tiba-tiba kami mengobrol sangat akrab seperti sudah menjadi sahabat dekat. Obrolan kami ngalor ngidul, tapi seru. Seperti perkenalan ulang, dia bercerita tentang dirinya, begitu juga sebaliknya. Ceritanya tak ada ujungnya, sepertinya dia punya hardisk 1 tera dalam otaknya sebagai bahan untuk diceritakan. Dia cerita tentang rumahnya, keluarganya, hewan peliharaannya waktu kecil, hingga buku-buku yang pernah dibacanya. Cerita tentang kesedihan, ketegaran, hingga semangat untuk berjuang melepas masa lalu. Saat itu, aku yang akhirnya lumpuh, hanya bisa mendengarkan tanpa banyak cerita. Aku memutuskan untuk jadi laron yang keluar setelah hujan turun, mengelilingi Lampion dengan rasa ketertarikan akan pesonanya cahayanya.

4 tahun yang lalu aku jadi laron yang jatuh cinta dengan sebuah cahaya yang dikeluarkan oleh Lampion. Aku tahu cahaya itu beda dengan cahaya lainnya. Terangnya meneduhkan, walaupun warnanya merah keemasan penuh semangat yang menyala-nyala.

4 tahun lalu. Aku merindukan lagi cahayanya. Aku ingin mendengar lebih banyak lagi cerita darinya. Aku ingin menghiburnya saat dia bercerita tentang kesedihannya. Aku ingin menyeka air matanya. Aku ingin bercerita tentang kelucuan-kelucuan dan membuatnya tertawa. Kalau aku bisa mengulangi kejadian itu, 4 tahun lalu.

Hai Lampion.. Aku merayakan 4 tahun pertemuan kita. Kelak, aku ingin kita merayakan 5 tahun, 6 tahun, atau 8 tahun pertemuan kita.. Denganmu.

18/06/2012

Genie Ooh Genie...

Perkenalkaan.. Ini teman baruku di Balikpapan bernama Genie.. Nama lengkapnya Genie Aerial Work Platform - 36S. Sahabatku ini sangat ramah, dan suka membantu pekerjaanku. Aku berkenalan dengannya di hotel Novotel Balikpapan.

Temanku yang berbobot hampir setengah ton ini berwujud portable lift dan berasal dari Amerika. Kalo sedang tidak bekerja dia hanya setinggi kurang dari 3 m tapi kalo sedang bekerja membantu seseorang tingginya bisa menjulang 10 m ke atas dengan kaki-kaki yang menopang tubuh jangkungnya membentang selebar 3 m. dengan begitu temanku ini bisa membantu seseorang untuk naik memperbaiki sesuatu di atas. 

Beberapa kali aku meminta bantuannya memasang sesuatu di lagit-langit ballroom hotel Novotel. Menyenangkan mencapai ketinggian 6 m bersama Genie, nggak perlu susah-susah neik tangga. Hanya menempatkan dia di tempat yang kita mau, pasang kaki-kakinya, sambungkan ke listrik dan tekan tombol sesuai keinginan kita untuk naik atau turun.





Memang Genie bisa mencapai ketinggian sampai 10m dengan membawa beban maksimal 150 kg, tapi di ketinggian 6m kalo kita terlalu banyak bergerak, temanku ini juga semakin keras goyangannya karena titik penyangganya cuma ada satu tiang, jadi deg-degan juga di atas.






Masalah bekerja di ketinggian sudah teratasi.. Sekarang tinggal bagaimana caranya aku punya teman yang mau membawakan lakban untukku, sementara aku hanya bisa menggigitnya... :|



17/06/2012

AAAAAAAKK.... MBAK TANTRIIIII....

Lepaskanlaaah... Ikatanmuu... Dengan akuuuu... Biar kamu senaang..
Bila beraaat.. Melupakan akuuu..
Pelan-pelaaaan sajaaa...!!

"Alon-alon sing penting move on mas.." 
pesen mbak tantri.. 

:((











** Foto diambil dari konser "UNO MILD - SATU INDONESIA GUE", Samarinda 16 Juni 2012 

29/05/2012

Korned Makanan Kesatria


Ada yang suka korned? Aku akan sedikit bercerita tentang korned.

Makanan yang aku katagorikan sebagai makanan semi instan ini banyak ditemukan di supermarket atau minimarket di sekitar kita. Korned sebenarnya tidak beda dengan ikan asin yang sering kita jumpai di pasar-pasar tradisional. Konsep dasarnya kurang lebih sama dengan ikan asin, mengasinkan makanan sehingga awet dan tidak mudah kadaluwarsa. Sebelumnya kamu harus tahu bahwa garam itu kaya akan manfaat. Selain untuk mengusir ular, garam juga berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri. Itulah kenapa ikan asin bisa awet lama tanpa dimasukkan ke dalam kulkas. 

Korned  (biasanya) dibuat dari daging sapi yang digiling kasar dan ditambahi bumbu-bumbu seperti bawang dan merica. Kenapa kornet aku sebut sebagai makanan semi instan? Walaupun enak, korned bukanlah makanan yang indah untuk disajikan langsung (kecuali kita dalam keadaan terdesak). Ketika kita membuka bungkus mie instan misalnya, kita langsung menemukan bahan makanan yang tertata rapi di dalamnya. Mie yang dikeringkan dan dicetak dengan bentuk tertentu (biasanya bulat dan kotak), bumbu-bumbu, minyak, hingga terkadang sayuran kering yang tertata rapi dalam plastik-plastik kecil. Tapi korned? Kalau kamu orang yang terbiasa makan makanan yang steril dan rapi, kamu bisa pingsan ketika membuka kaleng korned. Coba buka satu kaleng korned dan dengarlah suaranya ketika tutupnya terbuka. Nuansa "klintrek-klintrek lemak" segera terasa. Visualnya juga parah, sekotak daging giling yang kasar berwarna merah. Butuh retouch untuk membuatnya menjadi cantik dan mengundang selera. Karena itulah aku menyebut korned sebagai makanan semi instan, karena walaupun sebenarnya korned kemasan sudah matang, kita harus mengolah dan mempercantiknya lagi untuk meningkatkan selera makan kita.

Makanan kesukaanku dengan bahan dasar korned adalah perkedel korned. Untuk membuatnya sangat mudah. Ambil korned dan lalu campurkan ke dalam telur yang sebelumnya sudah dikocok terlebih dahulu. Telurnya cukup satu untuk sekotak korned, karena fungsi telur di sini lebih untuk mengikat korned tadi sehingga ketika digoreng korned tetap berbentuk sesuai yang kita inginkan.
Kamu bisa menambahkan daun bawang di adonan tadi. Tidak usah ditambah garam karena korned sudah asin. Bentuklah korned sesuai dengan keinginan dan goreng dengan sedikit minyak di wajan hingga warnanya kecoklatan. Tiriskan dan hidangkan dengan nasi hangat.

Selain dibuat perkedel, aku juga sering menambahkan korned ke dalam mie instan rebusku. Cara ini lebih sederhana dan lebih cepat.


Korned sudah lama. Konon korned ditemukan ratusan tahun lalu di sebuah di eropah. Dulunya korned adalah makanan kesatria yang pergi berperang. Para istri kesatria membuat korned untuk dijadikan bekal perjalanan suaminya. Kemasannya tentu bukan kaleng seperti sekarang, korned yang mereka buat saat itu hanya dibungkus dengan semacam daun yang diproses hingga kering yang bisa bertahan lama dan ditulisi pesan-pesan untuk suaminya yang pergi berperang seperti  "Pantang pulang sebelum menang", "Cepat menang abangku sayang", "Jangan malu rindukan aku", dan sebagainya. Nama korned sendiripun diambil dari kata honored atau terhormat. Seiring waktu, honored mengalami perubahan penyebutan menjadi korned atau kornet.

**Tulisan ini didedikasikan untuk Yopie "Jenggot", partner in crime-ku makan korned.

27/05/2012

Aku Adalah Kembang Api


Aku nggak tau kenapa aku tergila-gila sama kembang api. Menurutku kembang api punya daya tarik yang luar biasa. Kembang api nggak cuma sesuatu yang terbakar lalu hangus begitu saja. Kembang api memang habis terbakar, tapi kembang api selalu hilang meninggalkan kesan yang indah.

Kembang api dulunya ditemukan di Cina, awalnya untuk menakut-nakuti roh jahat. Kini kembang api banyak diaplikasikan untuk sebuah perayaan. 
Nggak ada yang bisa menggantikan posisi kembang api di sebuah event. Sound system adalah alat bantu untuk pengeras suara, lampu baik itu lampu konvensional maupun lampu berteknologi canggih seperti laser atau moving head juga alat bantu pencahayaan walaupun ada nilai tambah fill-fill estetika. Tapi kembang api? Kembang api bukan alat. Kembang api berdiri sendiri sebagai salah satu pengisi acara dalam sebuah event. Kembang api bisa bernyanyi dengan dentuman dan menari dengan cahayanya.

Kembang api itu romantis. Aku selalu bercita-cita untuk menjadikan kembang api sebagai salah satu bagian dari cerita cintaku. Kembang api akan membuat cerita cinta semua orang semakin hangat dan indah.
Kembang api itu simbol semangat yang diwujudkan oleh suara, asap, dan cahaya indah.
Kembang api itu.. aaah.. aku terlalu tergila-gila sama kembang api.... :)

Baby you're firework.. Come on let your colors burst..
Make them go oh.. oh.. oh.. You're gonna leave them fallin down.. down.. down..

Yees mbak Ketii.. I am firework.!!

**Photo taken by Budi N. D. Dharmawan

Aku (masih) Pengen Jadi Fotografer..!

Ketertarikanku dengan fotografi adalah turun temurun. Dulu bapakku pernah punya kamera (masih dengan media film) bermerk Ricoh (kalo nggak salah ingat), itu kamera pertama yang aku tau (dan aku nggak pernah pake kamera itu). Bapakku bukan fotografer, bapakku cuma hobi motret keluarga, istri, anak-anaknya, dan membuat dokumentasi karya-karyanya. Bapakku seorang seniman seni rupa dan pematung. Bakat mengkomposisikan sesuatu berdasarkan nilai-nilai estetika itu yang berhasil diturunkan kepada anak-anaknya walaupun ironisnya semua anaknya nggak ada yang bisa nggambar dengan baik. Tapi okelah, medianya digantikan dengan sebuah kamera. Melukis dengan cahaya..

Dari 3 saudara, kakakkulah yang paling berhasil menjadi fotografer. Hidupnya ia dedikasikan untuk memotret. Dia sampai saat ini masih bekerja sebagai fotografer di kantor berita Amerika Associated Press. Kakakku ditempatkan di Jakarta. Dita Alangkara namanya, kami memanggilnya mas Dita. Anak pertama di keluargaku, usianya 6 tahun di atasku. Dari dia smp seingatku memang sangat tertarik sama fotografi, kamera Ricoh bapakku tadi yang jadi kamera pertamanya.
Waktu kuliah, mas Dita pernah menjual motornya, uangnya sebagian besar untuk membeli seperangkat kamera Nikon F 90 (kalo nggak salah). Kamera mahal pertama yang aku tau. Gimana nggak, kamera itu hampir sama harganya dengan sebuah motor GL Pro di jamannya. Masih ada sisanya sih, walaupun dikit, dan sisanya dia belikan motor CB 100. Mendowngrade motor dan meng-upgrade kamera, tapi itu jalan hidupnya. Dan dia berhasil membuktikan keseriusannya dalam fotografi.
Adikku bernama Dhira Estria, keluargaku memanggilnya dengan Tria tapi teman-temannya banyak yang memanggilnya dengan Dhira. Dia setahun di bawahku. Seperti yang udah aku ceritakan, bakat memotret juga menurun ke adikku. Waktu kuliah dia aktif di komunitas fotografi di UGM. Sekarang dia bekerja di Exxon, tapi hobi memotretnya seperti berjodoh dengan hobi lainnya yaitu traveling. 

My little sister and her camera. Traveling dan memotret
memang bersahabat sejak dulu. Go go go Tria...

My big brother and his big cameras. 
Sekarang keliatannya butuh mobil untuk
membeli kamera-kamera itu.. hmmm...

Nah.. apa kabarku dengan bakat turun temurun tentang fotografi tadi?
Aku nggak mau motret, fotografi jadi mainstream di keluargaku. Ini sikapku, aku anti mainstream!!
Heee.. nggak ding.. itu bercanda..
Sayangnya, dari semua saudaraku cuma aku yang paling sedikit diberi bakat untuk memotret. Tapi aku nggak pernah sedih. Aku selalu berusaha untuk mencari bakat itu, aku yakin dengan rajin latihan dan banyak berdoa aku pasti bisa seperti saudara-saudaraku. Ini sikap..!!
Aku punya banyak teman-teman fotografer gara-gara kakak dan adikku. Dari mereka aku belajar memotret, dan dari merekalah aku bisa bergabung dengan salah satu komunitas fotografi keren bernama Kelas Pagi Yogyakarta (KPY). Beberapa pengurus (admin) adalah teman-teman kakakku. KPY adalah sebuah komunitas belajar bersama fotografi yang dikembangkan oleh Anton Ismael, seorang fotografer profesional. Ok, aku bergabung bukan karena kemampuanku memotret, tapi karena keahlianku yang lain di bidang teknis dan karena keramahanku. Tapi bergabung dengan KPY adalah sebuah langkah awal yang baik untuk ikut belajar memotret. Aku sadar bahwa lingkungan yang akan membentuk kita, termasuk membangun skill yang dalam hal ini adalah kemampuan memotret.
Diantara admin-admin yang lain, akulah yang paling bebal dalam pengetahuan tentang fotografi dan aplikasinya. Tapi diantara admin-admin KPY yang lain, aku tetap yang paling ramah. Dan mereka mengakui itu. Aku bangga.
Suatu saat di bulan Februari 2011 atas kebaikan teman-teman admin aku diajak pameran foto. Nah looo.. apa coba?? Aku nggak bisa motret. Jangankan motret, masang lensa aja aku deg-degan. Tapi aku tertarik dengan tawarannya, kapan lagi aku dihargai sebagai fotografer? Kesempatan nggak datang 2 kali, aku ambil kesempatan itu. Ini saatnya aku menunjukkan eksistensiku sebagai fotografer!
Aku menyusun strategi untuk pemotretan, aku menyiapkan sebuah tim kecil berisi orang-orang yang berkompeten di bidangnya, fotografi dan desain. Fotografi adalah pekerjaan tim. Aku bisa mati muda kalau aku mengerjakannya sendiri.
Aku menghubungi pak Corel untuk olah digital, dan Indra PakJepret untuk urusan teknis kamera dan pencahayaan. Tugasku membuat konsep. Semua peralatan fotografi termasuk studio aku pinjam semua dari teman-temanku,  akupun meminta bantuan teman-teman admin KPY untuk menjadi model. Untuk model cewek aku terpaksa menyewa karena tuntutan spesifikasi bentuk tubuh. Ide gambarnya aku ambil dari salah satu poster film James Bond lama.

"Tertampar Gundukan" Dipamerkan di KPY Februari 2011

Fotoku berjudul "Tertampar Gundukan". Foto itu sebenarnya berusaha mengkritisi para "fotografer facebook" (pada masa itu), dimana semua orang selalu memotret model-model seksi dan bahenol yang mengenakan pakaian seminim mungkin lalu menguploadnya ke facebook. Halooo... fotografi nggak cuma itu aja. Dengan sebuah foto, kamu bisa bicara banyak pada dunia.

Pameran sukses,tapi nggak banyak yang ngerespon fotoku. Pembelaanku kepada diriku sendiri adalah di pameran itu aku fotografer termuda yang ikut, jelas aja secara pengalaman dan teknis aku kalah.  Aku nggak boleh sedih, aku harus tetap ramah. Aku tau ini adalah awal dari sebuah perjalanan panjang menjadi fotografer.
Setelah itu (hingga saat ini) aku masih bersemangat untuk belajar memotret. Aku masih pengen jadi fotografer. Atau lebih tepatnya, aku pengen jadi fotografer yang ramah.

Krisna Encik (musisi) memintaku memotret 
untuk pembuatan cover albumnya.

MC dan enterpreneur Santi Zaidan menelpon
aku untuk dibuatkan profile picture di face-
booknya.

Aku bersama teman-teman KPY selesai pemotretan untuk
sebuah majalah fashion ternama Jogja. 

Aku dalam sebuah sesi pemotretan untuk distributor Piaggio
secondhand. 





26/05/2012

Pak Corel, Mengedit Dunia Dengan Cinta..



Panggil saja Anung, pemuda murah senyum hampir tambun ini berusia 30 tahunan. Hari-harinya dihabiskan di depan monitor komputer, asbaknya pasti selalu penuh puntung rokok djarum supernya. Kalo dikumpulkan dalam setahun, puntung-puntung itu bisa membentuk sebuah pulau kecil tambahan di Indonesia.
Hidupnya didedikasikan untuk desain grafis, nggak tau software apa yang dia pake tapi teman-temannya di Jogja memanggilnya dengan sebutan Pak Corel. 
Kecintaannya dengan desain grafis berawal dari lingkungan kuliahnya di D3 Advertising UGM lebih dari 10 tahun yang lalu.  Menurutnya, desain grafis membuat dirinya lebih banyak belajar bagaimana cara mengedit hidup.
Dengan menjadi desainer grafis, dia banyak bertemu banyak seniman besar, kecil, maupun sedang. Ketrampilannya banyak dimanfaatkan oleh para seniman seperti band Superman Is Dead, Sineas Garin Nugroho, sutradara muda Kuntz Agus, hingga para politisi yang sedang berkampanye.


"Aku memulai karirku dari nol.. Dulu aku buat pamflet-pamflet sedot wc.." kenangnya sambil meminum A&W Root Beer kesukaannya. 
"Tapi itu dulu, sekarang aku nggak mau terima lagi pesenan kaya gitu, aku udah nggak terima lagi pembuatan desain poster 2 warna" Tambahnya dengan tertawa terkekeh.

Laura Basuki meminta langsung ke 
Anung untuk pembuatan poster film
Republik Twitter ini
Eka memberikan fedora hat-nya
sebagai ganti desain yang diberikan oleh
Anung 
Dia mengakui proses kreatifnya memang dari nol, tapi dengan ketekunan dan kedisiplinan kini dia menjadi raja desain. Bahkan pentolan band Radiohead asal Inggris, Thom Yorke pun pernah memesan sebuah desain untuk dirinya.
"Mas Tom (Thom Yorke) tahu dari internet, tentang aku. Dia langsung kirim pesen di blog-ku.. Katanya dia suka desain-desainku trus dia minta aku buatin buat dia. Desain itu untuk dijadiin kaos suvenir band radio (radiohead)"


Hidup memang penuh rintangan, tapi asal kita mau berusaha semua pasti ada jalannya. Anung adalah salah satu contohnya, dengan ketekunannya ia berhasil menjadi desainer grafis papan atas di negri ini. Seperti keinginannya mengedit hidupnya, dan akhirnya dia berhasil.
Hmmm... Sepertinya Indonesia yang harus segera diedit oleh Pak Corel.

Thom menghubungi Anung langsung
untuk desain ini


Semua gara-gara gambar ini...!!!!!


Kamu harus kenal Anung Heyho a.k.a Pak Corel dengan membuka link ini..




Sepik More Than You Think!



Seminggu yang lalu aku dihubungi oleh Ardi Wilda a.k.a Awe untuk diinterview tentang aktivitasku sebagai akademisi..
Memang aku jarang dikenal orang sebagai akademisi, ini pekerjaan sampinganku. Aku nggak banyak aktif di sini, aku lebih banyak diundang di seminar-seminar atau kuliah umum di luar negri karena mata kuliahku memang nggak populer di sini.


Nggak banyak yang tau kalau aku juga pemegang gelar doktor untuk bidang Sepikologi dengan tesis berjudul "Sepik Indah Pada Hubungan Pasangan Pra Nikah Dalam Prespektif Dunia Ke-Tiga Pasca Reformasi"


Sepikologi adalah ilmu yang digunakan untuk pendekatan khusus. Ilmu ini berfungsi untuk menumbuhkan hubungan baik, pengertian, dan pemahaman antara gebetor (atau dalam bahasa komunikasi lebih dikenal dengan komunikator) dan gebetan (komunikan). Tujuannya untuk mendapatkan timbal balik yang dinginkan. Ilmu sepik sangat berguna sebagai pencitraan yang positif.


Untuk lebih jelasnya, liat hasil interview saya dengan Awe di sini.. 


http://www.ardiwilda.com/2012/05/vindra-indonesia-butuh-sarjana-ilmu.html

*Jangan tanya siapa Awe, lebih baik kita doakan semoga dia cepet sehat dan lebih berguna untuk kita semua... :)))

Semangat Pewujud Mimpi

Namanya Endri, tapi aku selalu memanggilnya dengan Hendri. Dulu dia sempat menjadi staff teknis untuk sebuah art company besar di Jogja. Tapi dengan kondisi keuangannya dia ingin keluar dan mencari pekerjaan baru yang lebih menjanjikan. Dalam satu kesempatan bertemu dengan Hendri, dia meminta langsung ke aku untuk diberi kesempatan bekerja denganku bila ada kesempatan. Beberapa teman mendukung, tapi beberapa teman lain menyarankan untuk tidak melibatkannya. Ternyata dia pernah berurusan dengan bekas tempat kerjanya. Dia pernah dituduh mencuri beberapa barang di kantornya (yang akhirnya baru-baru ini semua tahu Hendri tidak terbukti bersalah).
Aku belum pernah bekerja dengannya, aku juga belum pernah mempunyai pengalaman buruk dengannya. Yang aku tahu waktu itu adalah dia punya hak untuk memulai hidup baru. Semua orang berhak mendapatkan pekerjaan yang lebih layak.Akupun berjanji akan mengabarinya segera kalau ada pekerjaan buatnya.


Selang beberapa waktu kemudian, aku meminta bantuannya untuk membangun kantor PakJepret di bilangan Jogja Utara. Sebuah kantor aku dirikan bersama teman-teman, bergerak di bidang jasa fotografi. Kami butuh renovasi, membangun teras dan membuat beberapa lemari. Dia datang dengan semangat. Di sela-sela kerjanya, dia banyak bercerita tentang pekerjaan sebelumnya. Dia ternyata pernah jadi supir truk cargo antar kota. Dan sekarang dia nganggur, dia memilih untuk menjadi tukang serabutan.
Renovasi kantor selesai. Kerjaannya lebih dari kata lumayan, dan yang penting nggak ada catatan khusus tentang perilakunya selama bekerja. Yang dikawatirkan oleh teman-temanku nggak terbukti, nggak ada barang hilang. Aku mulai percaya untuk mengajaknya bekerja dalam berbagai event.


Di lingkungan Kelas Pagi Yogyakarta (KPY), dia lebih dibutuhkan dibanding aku sebagai admin. Keahlian memperbaiki listrik dan tukang-menukang menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan di sana. Bahkan beberapa admin seperti mas Berto dan mbak Nana memanggilnya untuk urusan rumah pribadinya.


Di Papermoon Pupet Theater kamipun pernah bekerja bersama. Aku ingat pada saat latihan Mwathirika. waktu itu aku sempat membentaknya karena dia tidak berhati-hati dalam pekerjaannya, tangga yang dia gunakan hampir terjatuh. Sebelumnya aku sempat ngomong sama dia kalo kaki tangga itu terlalu miring untuk dinaiki, tapi dia tetap nekat menaikinya dan tangga itupun hampir terjatuh dengan tubuhnya di atas tangga. 
Foto tangga ini selalu 
mengingatkanku sama Hendri..
Pada akhirnya aku sadar kalo dia hanya ingin mengerjakan tugasnya semaksimal mungkin. Dia ingin membuat semua orang yang ada di sana percaya kepadanya kalau dia bisa diandalkan. Semangatnya untuk bekerja dan memuaskan relasinya terkadang membuatnya lupa atas keselamatan dirinya. 


Papermoon adalah tempat yang istimewa. Di tempat ini aku benar-benar (dan masih ingin) belajar bagaimana cara membangun kemampuan seseorang. Hendri, sebelumnya adalah supir truk kargo dan tukang, tapi di tempat ini dia menjadi seniman. Waktu itu dia mengusulkan untuk menambahkan lampu di setiap kursi yang diduduki oleh pemain boneka Papermoon. Idenya luar biasa, mungkin baginya itu hanya sebuah lampu yang menyala dan indah, tapi bagi aku kursi mendapatkan efek floating yang indah dan lebih bermakna.
Mwathirika pentas di LIP Jogja dan di Goethe Jakarta. Hendri tetap ikut sebagai crew. Effort, tanggung jawab, dan rasa memiliki terhadap sebuah proses yang dimilikinya sangat luar biasa.


Setelah itu aku jarang lagi bertemu dengannya, hanya sesekali bertemu untuk silahturahmi, nggak ada kerjaan spesial buatnya. KPY dan Papermoon lebih sering menggunakan jasanya. Maturnuwun Gusti, aku nggak salah pilih orang dan mengajaknya bekerja di lingkunganku. Semua suka sama Hendri..!


21 Mei 2012, sore hari, sebuah kabar datang dari mbak Nana dan mas Berto KPY, Hendri meninggal karena sakit. Kabar itu langsung menggiring ingatanku ke beberapa tahun yang lalu, di sebuah pertemuan dengannya, dimana dia meminta diajak dilibatkan dalam kegiatan-kegiatanku. Dan aku lalu sadar aku sekarang di Balikpapan, aku nggak pamit sama dia. Aku meninggalkan Hendri dan dia balas meninggalkan aku. 
Aku bukan siapa-siapanya Hendri, dia yang lebih berarti buat aku. Karena dia aku tahu tentang arti effort dan tanggung jawab. 
Hendri adalah kepala keluarga, bapak 2 anak balita. Anak terkecilnya dilahirkan dengan kebutuhan khusus. Hingga akhir hidupnya terus berusaha untuk membahagiakan keluarganya dan orang-orang terdekatnya.
Sebagai orang yang tau latar belakang keluarganya, aku merasa bersalah nggak bisa berbuat sesuatu yang lebih berarti di masa hidupnya. 
Aku dulu pernah membayangkan tentang pekerjaan rutin dan pemasukan yang rutin untuk dia agar dia bisa menyejahterakan keluarganya. Tapi itu semua nggak bisa terwujud karena keterbatasanku. Aku menyesal....


Ria Papermoon menyebutnya sebagai Pewujud Mimpi..
Ya, dia memang pewujud mimpi semua orang, dan diapun hingga saat-saat terakhirnya masih bekerja untuk mewujudkan impian orang-orang sekaligus mimpinya membuat bahagia keluarganya.
Dari Hendri aku belajar banyak tentang arti semangat dan kerja keras..

Coy, kancaku Endri Rahayuwibowo..
Gusti wis maringi obat sing paling ampuh. Saiki kowe wis ra bakal lelaranen meneh..
Aku seko adoh mung iso nyangoni donga.. 
Uripmu dadi tuladha sing apik nggo kanca-kanca kabeh neng kene..
Aku sumedhot pas krungu kowe ra ono, tur aku ikhlas.. Iki kersane Gustiallah sing paling apik..
Sing ngati-ati neng kono yo Coy, ojo waton penekan...

In memoriam Hendri (bawah tengah)
*Semua foto diambil dari halaman Facebook Ria Papermoon http://www.facebook.com/profile.php?id=816591257