28/10/2012

Sepasang Cicak Yang Pertama Bercinta Di Lepek Gelas Kopi


Dini hari, di sudut ruangan kantorku. Aku masih berkutat dengan pekerjaanku yang menumpuk dan membingungkan. Sepi,  hanya ada aku dan penjaga kantor yang sudah tertidur di kursi luar ruanganku. Playlist mp3 musik Indonesia, sebungkus rokok, dan segelas kopi yang tinggal tersisa sedikit bercampur dengan ampas kopi yang pekat setia menemani malam itu.

Di tengah pertempuranku dengan deadline pekerjaanku, tiba-tiba aku merasa merinding. Aku merasa ada yang memperhatikanku. Aku melihat di sekeliling ruangan kerjaku, nggak ada siapa-siapa. Aku berdiri dari kursiku dan melangkah melihat keluar ruangan. Nggak ada siapa-siapa selain pak Heri, penjaga kantor yang masih tertidur pulas di sebuah bangku panjang di ruang tamu.

Lagu Menjemput Impian milik KLa Project nyaring terdengar dari speaker laptopku, aku suka lagu ini, aku selalu memberi tempat di deretan lagu-lagu yang sering kuputar dan kudengarkan. Sementara aku terdiam menikmatinya. Tak berapa lama kemudian aku kembali mengalami kejadian yang sama dengan sebelumnya. Aku merasa masih ada yang memperhatikanku. MP3 player di laptopku kumatikan. Aku melihat ke sekelilingku, hanya ada rak-rak berisi file cabinet dan kertas. Aku berusaha mempertajam semua indra perasaku. Tiba-tiba aku mendengar suara gemeretak, sesekali berhenti tapi lalu ada lagi. Aku penasaran mencari darimana sumber suara itu. Asalnya dari mejaku. Aku melihat di sekeliling meja, nggak ada yang aneh. Hanya buku catatan, beberapa helai kertas di dalam map plastik, sebungkus rokok, dan gelas bekas kopi.  Tapi suara itu masih tetap ada.

Sesaat aku bingung, aku mencari sumber suara itu sampe ke kolong meja, dan tetap tidak kutemukan apapun. Aku mendekatkan kupingku ke arah laptop, jangan-jangan laptopku yang rusak dan mengeluarkan suara. Benar, suara itu semakin keras., tapi suara itu bukan berasal dari laptopku. Aku semakin penasaran, kudekatkan lagi kupingku hampir menyentuh layar laptop. Suara itu ternyata ada di belakang layar. Segera kucari sumber suara itu di belakang laptop dan kutemukan jawabannya.. DUA EKOR CICAK!

Kugeser posisi laptopku, kini kulihat mereka dengan jelas. "Hmmm..." gumamku. Seketika mereka kaget dan langsung menoleh ke arahku. Melihat sepasang cicak itu serempak menoleh, ganti aku yang nggak kalah kaget. "Fuuuuuu...!!" teriakku spontan. Ini cicak apa hantu tanyaku dalam hati.
Mereka kemudian sesaat saling berpandangan dan lalu bergerak sedikit menghadapku. Dalam posisi seperti ini aku merasa terancam. Jarak antara kami nggak sampai semeter. Sedikit konyol, karena aku membayangkan mereka akan melompat ke arahku dan menggigitku. Walaupun hanya cicak yang panjangnya 10 cm, tapi mereka berdua dan aku sendirian. Aku terdiam sambil berpikir untuk mencari benda apapun yang sekiranya bisa menjadi alat pertahanan diriku kalau seandainya mereka menyerangku. Perlahan aku meraih map plastik di depanku, seandainya mereka melompat ke arahku aku akan langsung menepisnya dengan map plastik itu.

Mereka masih diam memperhatikanku tidak berkedip (Sebenarnya sampai sekarang aku nggak tau cicak bisa kedip apa nggak). Aku pun hampir melakukan hal yang sama. selama beberapa detik kami saling pandang  penuh curiga. Tegang, aku merasa sangat terancam.

"Ck ck ck ck.." Tiba-tiba salah seekor cicak bersuara. Map plastik semakin erat kugenggam.
"Kamu belum pernah liat cicak sebelumnya?" Kata seekor cicak sebelah kanan. Tubuhnya gempal, tapi tak sepanjang cecak satunya.

"Hag..." Aku menjerit tertahan karena kaget. Map yang akan kujadikan senjata tadi langsung kulepas  dan aku langsung memegang tangan kursi yang kududuki, tubuhku merapat ke sandarannya. Antara takut dan takjub. Baru sekali ini aku mendengar cicak ngomong. Aku langsung teringat film Doctor Doolitle, cerita Anging Darma hingga Nabi Sulaiman. Dan kini aku salah satu dari mereka.

"Ck ck ck.. Santai mas, nggak usah tegang dan takut gitu, kami nggak akan makan kamu." Kata cicak sebelah kiri.

"Nyak nyak nyak nyak.." Mereka berdua tertawa.

Aku misuh dalam hati. Keberanianku langsung tumbuh, nggak terima dituduh takut sama dua ekor cicak. 

"Trus kalian maunya apa?" Kataku sambil pura-pura tenang.

"Cuma mampir, tadi kami abis cari makan trus liat ada kopi. Siapa tau bisa nyruput dikit. Ck ck ck ck.." Kata cicak sebelah kiri.

Aku melirik gelas kopi di sebelah laptopku, tinggal sedikit air yang bercampur dengan ampas pekatnya. "Mmmmm... Itu abis, tapi kalo mau ambil ya sana." Kataku kagok.

Cicak sebelah kiri langsung menghampiri gelas kopi, lalu merayap naik. "Hei, ati-ati Aca!" Kata cicak bertubuh gempal.

"Tunggu bentar!" Kataku. Si cicak berhenti merayap naik. "Eee.. boleh turun dulu? Kataku kepada cicak yang sudah merayap sampai di bibir gelas. Si Cicak terdiam sejenak kemudian menuruti perintahku untuk turun. Aku kemudian mengambil gelas itu dan menuangkan sisa air kopi ke piring lepek alas gelas kopi. Tinggal beberapa tetes yang bisa kutumpahkan. "Ini lebih ok, silahkan minum. Daripada kamu masuk ke gelas dan nggak bisa keluar lagi."

"Nyak nyak nyak nyak nyak..." Mereka berdua tertawa lepas sambil menghampiri piring lepek tadi. 

"Makasih." Kata cicak yang bernama Aca tadi. 

"Ya.." Balasku. Aku memperhatikan mereka berdua menikmati kopi  tadi.
Aku masih takjub dengan keadaanku yang tiba-tiba bisa berbicara dengan cicak, tapi sekarang aku lebih tenang. Aku sedikit mendekat ke arah mereka dan lebih memperhatikan tingkahnya.

"Ok, jadi kamu Aca dan, kamu pasti Aci..?" Tanyaku.

"Nyak nyak nyak.. Tebakanmu terlalu manusia. Dia Anung.." Jawab Aca sambil memandang cicak bertubuh gempal.

"Nyak nyak nyak nyak..." Si Anung ikut tertawa sambil mengadahkan kepalanya ke arahku.

"Ok Aca dan Anung, salah dikit. Tapii.. kalian pacaran kan?"

"Darimana kamu tau kami pacaran?" Tanya Aca.

"Itu buntut kalian saling melingkar satu sama yang lainnya" Jawabku.

Si Aca langsung melepas buntutnya dari buntut Anung, dia bergeser menjauh dari Anung. Aca terlihat malu. Aku susah menggambarkan cicak malu kepada kalian, tapi percayalah cicak yang tersipu malu itu sangat aneh dan lucu.

"Nyak nyak nyak nyak.." Anung tertawa melihat Aca. "Iya, kami baru aja ketemu dan kami memang baru jadian." Anung menjelaskan.

"Ah kamu..  Sekarang aja sombong, tadi mau nembak aku trus ngomong seneng aja  buntutmu gerak-gerak nggak karuan kaya hampir copot tapi mulutmu nggak ngomong apa-apa." Kata Aca.
Sekarang ganti Anung yang salah tingkah. Dagunya ditempelkan ke piring lepek, buntutnya bergerak ke kiri dan ke kanan nggak jelas.

"Hahahaa... Udah ah, kalian aneh tapi lucu." Kataku sambil ketawa. "Eh, tapi kalian bangsa cicak memang doyan kopi ya? Di kostku aku selalu melihat ada cicak di setiap gelas kopi di dapur, ada yang masih hidup tapi beberapa ada yang mati tercebur." Tanyaku

"He'em.." Kata Aca sambil menyruput kopinya. "Sebenernya aku sendiri seneng minum kopi karena setelah minum kopi aku jadi merasa punya tenaga tambahan. Kamu tau sendiri cara kami mencari makan nggak gampang. Kami merayap kesana-kesini, berlama-lama nempel di dinding untuk nunggu ada semut atau nyamuk khilaf lewat."

"Iya, butuh tenaga dan kesabaran ekstra." Anung menimpali.

"Tapi telapak tangan.. eee, maksudku kaki kalian kan memang diciptakan bisa menempel dimana aja?" Kenapa harus butuh tenaga tambahan?"

"Iya bener, tapi konsentrasi itu butuh tenaga juga. Telapak kaki kami memang bisa nempel dimana aja, bahkan jalan di kaca aja kami bisa. Tapi nggak segampang itu. Kamu bayangin, kalo kamu nempel di plafon melawan gravitasi dan harus ngejar nyamuk. Kamu harus memecah konsentrasi untuk tetap nempelin 4 kaki kamu di plafon dan mengejar makananmu. Kalo kamu salah posisi dan kakimu nggak ada yang nempel sama sekali ya kamu pasti jatuh." Jelas Anung.

Aku membayangkan sambil menahan ketawa. Bener juga, nggak gampang. Susah jadi Cicak.

"Lalu kenapa bangsa kalian sering tenggelam di gelas kopi?" Tanyaku lagi.

"Ck ck ck ck... Sebenarnya nggak cuma di gelas kopi. Susu coklat, teh, bir.. Apapun. Kami terlalu penasaran untuk nyicipi semuanya.." Jelas Anung

"Dan Serakah!" Tambah Aca

"Serakah?" Tanyaku.

"Iya, kamu tau ungkapan Cecak Nguntal Cagak? Itu sebenarnya realitas yang terjadi pada bangsa cicak. Banyak cecak terlalu serakah, selalu ingin lebih dan lebih. Kalo mereka sudah merasakan semut, mereka pingin nyamuk, lalu pingin lalat, lalu coro dan seterusnya. Begitu juga kalo mereka mendapatkan kopi, mereka nggak hanya ingin meminumnya, tapi bahkan meminum sambil berenang. Padahal jelas-jelas cicak nggak bisa berenang, ya mampus.. Nyak nyak nyak.." Jelas Aca sambil tertawa.

"Tragis.." Anung menambahi sambil menikmati kopinya.

"Hihihiii... Dan kalianpun lama-lama akan makan buaya." Aku menimpali.

"Ya.. Cecak nguntal boyo! " Kata Aca. Lalu sepasang cecak itu tertawa bareng.

"Tapi.. Kalian pernah kepikiran makan manusia?" Tanyaku serius sekaligus deg-degan.

"Nyak nyak nyak nyak.. Kalo kami makan manusia, lalu pasti nggak ada lagi kopi yang bisa kami minum." Anung menjelaskan.

"Kalian cicak yang oportunis ya. Hahahaha.."

"Ini pola win-win solution, sekarang coba bayangkan berapa kerugian kami ketika kalian bangsa manusia membunuh nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk semprot. Bangkainya aja aku tetep nggak mau makan. Tapi kalian ganti dengan membuatkan kami kopi. Ini semacam sub ekosistem yang anggap saja mutualisme. Kalian mengambil makanan kami tapi kalian ganti dengan sesuatu yang lain." Kata Anung.

"Haduh.. Kamu pintar buat teori, tapi nggak pintar nembak aku tadi." Ejek Aca.

"Haeeee...." Anung hanya memandang Aca manja sambil buntutnya melingkar lagi di buntut kekasih barunya itu.

"Ciyeeeh..." Aku menggoda mereka.

"Hei mas.. Makasih buat kopinya. Kamu baik." Kata Aca. Anung melihatku juga sambil mengangguk. Mereka sama-sama turun dari lepek.

"Sama-sama. Kalian juga lucu. Eh, kalian mau pergi?" Tanyaku.

"Keliatannya iya, kami mau pulang." Jawab Anung.

"Kalian tinggal dimana emangnya?"

"Ya ini sebenarnya kami mau buat rumah." Kata Anung.

"Ooh.. Iya, pasangan baru, rumah baru, hahaha.."

Sepasang cicak itu lalu pergi begitu saja, merayapi meja menjauh dariku. Sesekali berhenti lalu buntutnya saling menyenggol satu sama lain. Aku memperhatikannya sampai Mereka turun dari mejaku.

"Sama siapa pak? Suara itu mengagetkanku.

Aku menengok ke arah suara, kulihat pak Heri yang bertanya.

"Anu pak.. Tadi ada telepon dari Jogja." Jawabku berbohong.

"Oh, keluargakah? Ada urusan pentingkah? Kok jam segini telepon? Tanya pak Heri ikut panik.

"Nggak pak, bukan urusan penting kok. Itu si Anung yang telepon. Temen di Jogja. Cuma ngobrol biasa aja kok pak." Jawabku

"Oooh.. Saya kira ada kabar penting. Ya sudah dilanjut ya pak." Kata pak Heri.

" Ya pak, makasih." Jawabku.
Aku melihat pak Heri meninggalkan ruangan. Lalu aku kembali menengok ke arah terakhir sepasang cicak tadi berada. Mereka sudah hilang. Aku memperhatikan sekeliling ruanganku, lantai, lemari, tembok. Mereka benar-benar menghilang.

"Hedeh.. Malam yang aneh.. Sampe ketemu cicak-cicak lucu." Kataku sambil berkemas-kemas untuk pulang ke kost.