Dini hari, di sudut ruangan kantorku. Aku masih berkutat
dengan pekerjaanku yang menumpuk dan membingungkan. Sepi, hanya ada aku dan penjaga kantor yang sudah
tertidur di kursi luar ruanganku. Playlist mp3 musik Indonesia, sebungkus
rokok, dan segelas kopi yang tinggal tersisa sedikit bercampur dengan ampas
kopi yang pekat setia menemani malam itu.
Di tengah pertempuranku dengan deadline pekerjaanku,
tiba-tiba aku merasa merinding. Aku merasa ada yang memperhatikanku. Aku
melihat di sekeliling ruangan kerjaku, nggak ada siapa-siapa. Aku berdiri dari
kursiku dan melangkah melihat keluar ruangan. Nggak ada siapa-siapa selain pak
Heri, penjaga kantor yang masih tertidur pulas di sebuah bangku panjang di
ruang tamu.
Lagu Menjemput Impian milik KLa Project nyaring terdengar
dari speaker laptopku, aku suka lagu ini, aku selalu memberi tempat di deretan
lagu-lagu yang sering kuputar dan kudengarkan. Sementara aku terdiam menikmatinya.
Tak berapa lama kemudian aku kembali mengalami kejadian yang sama dengan
sebelumnya. Aku merasa masih ada yang memperhatikanku. MP3 player di laptopku
kumatikan. Aku melihat ke sekelilingku, hanya ada rak-rak berisi file cabinet
dan kertas. Aku berusaha mempertajam semua indra perasaku. Tiba-tiba aku mendengar
suara gemeretak, sesekali berhenti tapi lalu ada lagi. Aku penasaran mencari
darimana sumber suara itu. Asalnya dari mejaku. Aku melihat di sekeliling meja,
nggak ada yang aneh. Hanya buku catatan, beberapa helai kertas di dalam map
plastik, sebungkus rokok, dan gelas bekas kopi.
Tapi suara itu masih tetap ada.
Sesaat aku bingung, aku mencari sumber suara itu sampe ke
kolong meja, dan tetap tidak kutemukan apapun. Aku mendekatkan kupingku ke arah
laptop, jangan-jangan laptopku yang rusak dan mengeluarkan suara. Benar, suara
itu semakin keras., tapi suara itu bukan berasal dari laptopku. Aku semakin
penasaran, kudekatkan lagi kupingku hampir menyentuh layar laptop. Suara itu
ternyata ada di belakang layar. Segera kucari sumber suara itu di belakang
laptop dan kutemukan jawabannya.. DUA EKOR CICAK!
Kugeser posisi laptopku, kini kulihat mereka dengan jelas.
"Hmmm..." gumamku. Seketika mereka kaget dan langsung menoleh ke
arahku. Melihat sepasang cicak itu serempak menoleh, ganti aku yang nggak kalah
kaget. "Fuuuuuu...!!" teriakku spontan. Ini cicak apa hantu tanyaku
dalam hati.
Mereka kemudian sesaat saling berpandangan dan lalu bergerak
sedikit menghadapku. Dalam posisi seperti ini aku merasa terancam. Jarak antara
kami nggak sampai semeter. Sedikit konyol, karena aku membayangkan mereka akan
melompat ke arahku dan menggigitku. Walaupun hanya cicak yang panjangnya 10 cm,
tapi mereka berdua dan aku sendirian. Aku terdiam sambil berpikir untuk mencari
benda apapun yang sekiranya bisa menjadi alat pertahanan diriku kalau
seandainya mereka menyerangku. Perlahan aku meraih map plastik di depanku,
seandainya mereka melompat ke arahku aku akan langsung menepisnya dengan map
plastik itu.
Mereka masih diam memperhatikanku tidak berkedip (Sebenarnya sampai sekarang aku nggak tau cicak bisa kedip apa nggak). Aku pun hampir
melakukan hal yang sama. selama beberapa detik kami saling pandang penuh curiga. Tegang, aku merasa sangat
terancam.
"Ck ck ck ck.." Tiba-tiba salah seekor cicak
bersuara. Map plastik semakin erat kugenggam.
"Kamu belum pernah liat cicak sebelumnya?" Kata
seekor cicak sebelah kanan. Tubuhnya gempal, tapi tak sepanjang cecak satunya.
"Hag..." Aku menjerit tertahan karena kaget. Map
yang akan kujadikan senjata tadi langsung kulepas dan aku langsung memegang tangan kursi yang
kududuki, tubuhku merapat ke sandarannya. Antara takut dan takjub. Baru sekali
ini aku mendengar cicak ngomong. Aku langsung teringat film Doctor Doolitle,
cerita Anging Darma hingga Nabi Sulaiman. Dan kini aku salah satu dari mereka.
"Ck ck ck.. Santai mas, nggak usah tegang dan takut
gitu, kami nggak akan makan kamu." Kata cicak sebelah kiri.
"Nyak nyak nyak nyak.." Mereka berdua tertawa.
Aku misuh dalam hati. Keberanianku langsung tumbuh, nggak
terima dituduh takut sama dua ekor cicak.
"Trus kalian maunya apa?" Kataku
sambil pura-pura tenang.
"Cuma mampir, tadi kami abis cari makan trus liat ada
kopi. Siapa tau bisa nyruput dikit. Ck ck ck ck.." Kata cicak sebelah
kiri.
Aku melirik gelas kopi di sebelah laptopku, tinggal sedikit
air yang bercampur dengan ampas pekatnya. "Mmmmm... Itu abis, tapi kalo
mau ambil ya sana." Kataku kagok.
Cicak sebelah kiri langsung menghampiri gelas kopi, lalu
merayap naik. "Hei, ati-ati Aca!" Kata cicak bertubuh gempal.
"Tunggu bentar!" Kataku. Si cicak berhenti merayap
naik. "Eee.. boleh turun dulu? Kataku kepada cicak yang sudah merayap
sampai di bibir gelas. Si Cicak terdiam sejenak kemudian menuruti perintahku
untuk turun. Aku kemudian mengambil gelas itu dan menuangkan sisa air kopi ke
piring lepek alas gelas kopi. Tinggal beberapa tetes yang bisa kutumpahkan.
"Ini lebih ok, silahkan minum. Daripada kamu masuk ke gelas dan nggak bisa keluar lagi."
"Nyak nyak nyak nyak nyak..." Mereka berdua
tertawa lepas sambil menghampiri piring lepek tadi.
"Makasih." Kata
cicak yang bernama Aca tadi.
"Ya.." Balasku. Aku memperhatikan mereka
berdua menikmati kopi tadi.
Aku masih takjub dengan keadaanku yang tiba-tiba bisa
berbicara dengan cicak, tapi sekarang aku lebih tenang. Aku sedikit mendekat ke
arah mereka dan lebih memperhatikan tingkahnya.
"Ok, jadi kamu Aca dan, kamu pasti Aci..?"
Tanyaku.
"Nyak nyak nyak.. Tebakanmu terlalu manusia. Dia Anung.."
Jawab Aca sambil memandang cicak bertubuh gempal.
"Nyak nyak nyak nyak..." Si Anung ikut tertawa
sambil mengadahkan kepalanya ke arahku.
"Ok Aca dan Anung, salah dikit. Tapii.. kalian pacaran
kan?"
"Darimana kamu tau kami pacaran?" Tanya Aca.
"Itu buntut kalian saling melingkar satu sama yang
lainnya" Jawabku.
Si Aca langsung melepas buntutnya dari buntut Anung, dia
bergeser menjauh dari Anung. Aca terlihat malu. Aku susah menggambarkan cicak
malu kepada kalian, tapi percayalah cicak yang tersipu malu itu sangat aneh dan
lucu.
"Nyak nyak nyak nyak.." Anung tertawa melihat Aca.
"Iya, kami baru aja ketemu dan kami memang baru jadian." Anung
menjelaskan.
"Ah kamu..
Sekarang aja sombong, tadi mau nembak aku trus ngomong seneng aja buntutmu gerak-gerak nggak karuan kaya hampir
copot tapi mulutmu nggak ngomong apa-apa." Kata Aca.
Sekarang ganti Anung yang salah tingkah. Dagunya ditempelkan
ke piring lepek, buntutnya bergerak ke kiri dan ke kanan nggak jelas.
"Hahahaa... Udah ah, kalian aneh tapi lucu."
Kataku sambil ketawa. "Eh, tapi kalian bangsa cicak memang doyan kopi ya?
Di kostku aku selalu melihat ada cicak di setiap gelas kopi di dapur, ada
yang masih hidup tapi beberapa ada yang mati tercebur." Tanyaku
"He'em.." Kata Aca sambil menyruput kopinya.
"Sebenernya aku sendiri seneng minum kopi karena setelah minum kopi aku
jadi merasa punya tenaga tambahan. Kamu tau sendiri cara kami mencari makan
nggak gampang. Kami merayap kesana-kesini, berlama-lama nempel di dinding untuk
nunggu ada semut atau nyamuk khilaf lewat."
"Iya, butuh
tenaga dan kesabaran ekstra." Anung menimpali.
"Tapi telapak tangan.. eee, maksudku kaki kalian kan
memang diciptakan bisa menempel dimana aja?" Kenapa harus butuh tenaga
tambahan?"
"Iya bener, tapi konsentrasi itu butuh tenaga juga.
Telapak kaki kami memang bisa nempel dimana aja, bahkan jalan di kaca aja kami
bisa. Tapi nggak segampang itu. Kamu bayangin, kalo kamu nempel di plafon melawan
gravitasi dan harus ngejar nyamuk. Kamu harus memecah konsentrasi untuk tetap
nempelin 4 kaki kamu di plafon dan mengejar makananmu. Kalo kamu salah posisi
dan kakimu nggak ada yang nempel sama sekali ya kamu pasti jatuh." Jelas
Anung.
Aku membayangkan sambil menahan ketawa. Bener juga, nggak
gampang. Susah jadi Cicak.
"Lalu kenapa bangsa kalian sering tenggelam di gelas
kopi?" Tanyaku lagi.
"Ck ck ck ck... Sebenarnya nggak cuma di gelas kopi. Susu
coklat, teh, bir.. Apapun. Kami terlalu penasaran untuk nyicipi semuanya.."
Jelas Anung
"Dan Serakah!" Tambah Aca
"Serakah?" Tanyaku.
"Iya, kamu tau ungkapan Cecak Nguntal Cagak? Itu sebenarnya
realitas yang terjadi pada bangsa cicak. Banyak cecak terlalu serakah, selalu
ingin lebih dan lebih. Kalo mereka sudah merasakan semut, mereka pingin nyamuk,
lalu pingin lalat, lalu coro dan seterusnya. Begitu juga kalo mereka
mendapatkan kopi, mereka nggak hanya ingin meminumnya, tapi bahkan meminum
sambil berenang. Padahal jelas-jelas cicak nggak bisa berenang, ya mampus..
Nyak nyak nyak.." Jelas Aca sambil tertawa.
"Tragis.." Anung menambahi sambil menikmati
kopinya.
"Hihihiii... Dan kalianpun lama-lama akan makan
buaya." Aku menimpali.
"Ya.. Cecak nguntal boyo! " Kata Aca. Lalu
sepasang cecak itu tertawa bareng.
"Tapi.. Kalian pernah kepikiran makan manusia?"
Tanyaku serius sekaligus deg-degan.
"Nyak nyak nyak nyak.. Kalo kami makan manusia, lalu
pasti nggak ada lagi kopi yang bisa kami minum." Anung menjelaskan.
"Kalian cicak yang oportunis ya. Hahahaha.."
"Ini pola win-win solution, sekarang coba bayangkan
berapa kerugian kami ketika kalian bangsa manusia membunuh nyamuk dengan
menggunakan obat nyamuk semprot. Bangkainya aja aku tetep nggak mau makan. Tapi
kalian ganti dengan membuatkan kami kopi. Ini semacam sub ekosistem yang anggap
saja mutualisme. Kalian mengambil makanan kami tapi kalian ganti dengan sesuatu
yang lain." Kata Anung.
"Haduh.. Kamu pintar buat teori, tapi nggak pintar
nembak aku tadi." Ejek Aca.
"Haeeee...." Anung hanya memandang Aca manja sambil
buntutnya melingkar lagi di buntut kekasih barunya itu.
"Ciyeeeh..." Aku menggoda mereka.
"Hei mas.. Makasih buat kopinya. Kamu baik." Kata
Aca. Anung melihatku juga sambil mengangguk. Mereka sama-sama turun dari lepek.
"Sama-sama. Kalian juga lucu. Eh, kalian mau pergi?"
Tanyaku.
"Keliatannya iya, kami mau pulang." Jawab Anung.
"Kalian tinggal dimana emangnya?"
"Ya ini sebenarnya kami mau buat rumah." Kata
Anung.
"Ooh.. Iya, pasangan baru, rumah baru, hahaha.."
Sepasang cicak itu lalu pergi begitu saja, merayapi meja
menjauh dariku. Sesekali berhenti lalu buntutnya saling menyenggol satu sama
lain. Aku memperhatikannya sampai Mereka turun dari mejaku.
"Sama siapa pak? Suara itu mengagetkanku.
Aku menengok ke arah suara, kulihat pak Heri yang bertanya.
"Anu pak.. Tadi ada telepon dari Jogja." Jawabku berbohong.
"Oh, keluargakah? Ada urusan pentingkah? Kok jam segini
telepon? Tanya pak Heri ikut panik.
"Nggak pak, bukan urusan penting kok. Itu si Anung yang
telepon. Temen di Jogja. Cuma ngobrol biasa aja kok pak." Jawabku
"Oooh.. Saya kira ada kabar penting. Ya sudah dilanjut
ya pak." Kata pak Heri.
" Ya pak, makasih." Jawabku.
Aku melihat pak Heri meninggalkan ruangan. Lalu aku kembali
menengok ke arah terakhir sepasang cicak tadi berada. Mereka sudah hilang. Aku
memperhatikan sekeliling ruanganku, lantai, lemari, tembok. Mereka benar-benar
menghilang.
"Hedeh.. Malam yang aneh.. Sampe ketemu cicak-cicak
lucu." Kataku sambil berkemas-kemas untuk pulang ke kost.
Selooooo... :)))))) bukmak!!
ReplyDeletehahahahaha.. :)))
ReplyDeletehuahuahuahua... aku curiga, ini pas ngobrol mesti bar njamur. :))
ReplyDeletekalo ketemu aca sama anung, salamin ya mas vind
ReplyDeletesapa tau dia mau minum kopi buatanku :D
wakakakakaka... apik apik...
ReplyDeletePrek Vind...
ReplyDeletewalaah ndraa...!!!
ReplyDeletenganti pegel le ku moco.. tak tunggoni adegan bercintane kok malah ra ono ki piye jan..!!
benci aku..! judulmu menipu..!
Nek cecak Anung ketokke aku wis tau ketemu, tapi sing cecak Aca aku rung tau ngerti. Kapan-kapan nek ketemu tulung sampaikan salam kenal dari saya ya Mas :)
ReplyDeleteHahhahaha
ReplyDeleteJebule ra saru.. kecewa aku..
ReplyDelete