Suatu malam, di sebuah warung nasi dan mie goreng di pinggir jalan, aku
menikmati makan malamku sendiri. Warung itu tidak begitu ramai, hanya ada aku
dan 3 orang lainnya yang sedang berbincang seusai menikmati makan mereka. Masih
banyak meja dan kursi kosong. Waktu itu
memang sudah terlalu larut untuk makan malam, tapi aku lebih menikmati makan
malam di jam-jam seperti ini, yang pasti nggak banyak antrian dan pasti dapet tempat
duduk.
Pesananku datang, sepiring mie goreng dengan tambahan
rajangan lombok yang banyak. Aku menikmati sesuap demi seuap mie gorengku. Di
tengah makan malamku, aku dipaksa menoleh oleh suara anak kecil.
"Om,
minta uang buat beli buku oom.." Aku melihat 2 anak kecil. Satu anak
kira-kira berumur 9 tahun dan satu lagi seorang anak yang badannya lebih kecil,
mungkin itu adiknya. Pakaian mereka nggak begitu kumal walaupun mereka nggak
memakai alas kaki.
"Aduh, kamu ngapain malem gini minta-minta? Siapa yang
nyuruh? Bapakmu? Sini suruh sini!" kataku sok jagoan yang nggak
dipedulikan oleh kedua anak itu.
"Oom.. buat beli buku oom.." Rengeknya terus
menerus.
"Iya Oom.. Iya oom.." Tambah si kecil.
Aku terenyuh melihat terhadap 2 anak itu. Ini sudah hampir jam 11 malam
dan mereka masih minta-minta (atau mengemis dalam bahasa kasarnya). Alasan
membeli buku atau membeli rumah akupun nggak peduli, yang jelas anak-anak ini
meminta-minta kepada orang lain, jelas cara yang salah. Nggak tau siapa yang
menyuruh dan mengajari mereka.
"Gini, aku nggak mau ngasih duit buat kamu buat beli
apapun, tapi kalo kamu mau makan oom bayarin." Kataku tegas. "Mau
nggak?" Tambahku.
Dua orang anak tersebut saling melihat dan akhirnya menoleh
padaku sambil mengangguk.
"Ya udah sana, pesen sama bapak itu." Kataku
sambil menunjuk bapak penjual mie sambil memanggilnya.
"Nasi goreng pak, kamu apa?" Kata si anak yang
berbadan besar.
"Sama.." Jawab si anak yang lebih kecil pelan
sambil malu.
"Pak, tolong anak-anak ini dibuatin 2 nasi
goreng." Kataku kepada bapak penjaga warung.
"Minumnya apa dek?" kata si bapak itu.
"Es teh." Jawab si anak yang kecil.
"Es teh juga." Jawab si anak yang besar
"Dua nasi goreng sama 2 es teh pak. Nanti saya yang
bayar." Jelasku kepada bapak penjual. Si bapak mengangguk dan mengiyakan.
"Sini, kamu duduk sini." Kataku kepada dua anak
itu sambil menunjuk kursi panjang yang juga aku duduki.
Mereka mendekat lalu
duduk di sampingku.
"Kalian ini sekolah apa nggak? Jam segini kok belum
tidur malah keluyuran minta uang?"
"Sekolah om, besok masuk siang." Jawab si anak
yang besar.
"Aku juga besok masuk siang, jam dua belas oom."
Kata si kecil semangat.
Aku tersenyum, tapi malah jadi bingung, kenapa semua masuk
siang? SD mana di jaman sekarang yang masuk siang? Tapi sudahlah, aku nggak
membahas itu lebih jauh dengan anak-anak ini."
"Tak kasih tau
ya,nggak baik anak-anak keluyuran malem-malem gini. Kalian nggak takut sakit? Pake
minta-minta pula. Itu namanya kalian tergantung sama orang lain. Kalian besok
mau jadi apa kalau tergantung sama orang lain? Iya kalo orang lain punya uang,
kalo nggak punya? Itu nggak baik buat kehidupan kalian di masa depan. Kamu tahu
kan memberi lebih baik daripada menerima? Yaitu yang harus kalian camkan mulai
dari sekarang. Kalau pengen uang ya harus kerja. Jangan malah minta sama orang.
"
Anak-anak itu cuma diam sambil melihatku. Keliatannya aku
mengoceh terlalu banyak kepada anak-anak itu, dan anak-anak itupun keliatannya
nggak peduli. Akupun keliatannya sadar akan hal itu dan lalu terdiam merasa
telah berpentas monolog di hadapan 2 bocah.
Bapak penjual datang membawa pesanan mereka, 2 piring nasi
goreng dan 2 gelas es teh.
"Ini, habiskan. Jangan sampe nggak habis." Kata si
bapak penjual kepada anak-anak itu.
Anak-anak itu makan dengan lahapnya seakan-akan belum pernah
makan nasi goreng sebelumnya. Aku miris melihatnya tapi akupun lalu meneruskan juga
makan malamku.
Nggak berapa lama, di saat aku menghabiskan sisa-sisa mie
gorengku. Suara anak kecil lagi-lagi memaksaku untuk menoleh.
"Oom.. Kasih uang buat makan oom.." Kali ini kulihat seorang anak yang kira-kira seumuran dengan
anak pertama tadi.
"Oom.. Kasih buat beli buku oom.." Kata anak kecil
itu lagi.
"Lhooh.. Tadi buat makan, sekarang buat beli buku. Yang
bener yang mana?" Tanyaku.
"Oom.." Katanya terus menerus sambil mengadahkan
tangannya ke arahku.
"Makan ya? Kalau makan aku mau bayarin. Aku nggak mau
ngasih uang." Jawabku tegas. Anak kecil itu hanya melihatku lalu berlari ke
depan warung dan menghilang dari pandanganku. Aku kebingungan tapi nggak begitu kupedulikan, mungkin dia nggak jadi makan karena dia pengen uang sedangkan aku nggak mau ngasih lalu dia lari.
Tapi tak berapa lama dia kembali lagi bersama 4 orang anak lainnya
yang kira-kira seumuran. Aku kaget setengah mati. Si bapak penjual juga kaget tapi lalu menahan tawa
melihat banyaknya anak di warungnya, terutama mimik mukaku yang terlihat sangat
berubah sedikit panik. Aku membalikkan badan membelakangi si bapak penjual.
Mencuri lihat ada berapa uang di dompetku sambil mengira-ira berapa habisnya makan malamku dan rombonganku
ini. Masih 130 ribu, kaliatannya masih aman, batinku.
"Sana pesen semua ke bapaknya." Kataku sambil
menunjuk bapak penjual yang masih tersenyum lebar.
"Saya yang bayar pak!" Tentu saja omonganku aku
tegaskan dan kuarahkan supaya bapak penjual itu tau. Maksudnya agar bisa
sedikit menutupi rasa maluku pada saat itu.
Anak-anak itu memesan makanan dan minumannya, setelah itu
mereka duduk bergerombol bersama dua anak yang tadi telah datang duluan. Aku
menyingkir dari tempat dudukku semula yang akhirnya diambil alih oleh anak-anak
itu. Aku melepaskan ketegangan dengan membakar rokokku sambil tetap
memperhatikan anak-anak tadi. Jumlahnya sekarang 6 orang, ditambah aku jadi 7.
Aku sudah siap kalau uangku nggak cukup, aku bisa meninggalkan ktp atau simku
di warung ini.
Akhirnya pesanan mereka datang. Pada saat mereka makan aku
masih berusaha menyeramahi anak-anak itu tentang moral, jeleknya mengemis, dan kesehatan mereka, ditambah
dengan sedikit ancaman.
"Pokoknya kalau besok malem aku masih liat kalian minta-minta,
aku laporin kalian ke Satpol PP!"
Anak-anak itu hanya terdiam sambil terus menikmati makan
malam mereka.
"Heh, dengerin itu omnya ngomong!" Kata bapak
penjual yang mendekat sambil mengambil piringku yang kosong. Beberapa anak mengiyakan, dan beberapa anak lainnya hanya
mengangguk.
Ah, sudahlah, mereka hanya anak kecil yang belum tau apa-apa batinku.
Aku sesaat memperhatikan mereka dan membayangkan apabila aku
menjadi salah satu diantara mereka.
"Tuhan, Selamatkan masa depan mereka.."
Kataku dalam hati.
Aku menghabiskan rokokku lalu membayar semua pesananku dan
anak-anak itu. Yak, sisa 20 ribu. Aku
lalu berpamitan kepada bapak penjual dan anak-anak itu.
Di atas motorku menuju perjalananku pulang ke kost, aku masih mengingat kejadian tadi sambil
tersenyum geli.
Terima kasih semesta,
hari ini aku bersyukur masih diberi kesempatan untuk berbagi. Tapi besok lagi,
kabari aku sebelumnya agar aku bisa menyiapkan uangku dan memberi mereka lebih dari sekedar makan malam.
Cerita ini buat semua anak-anak di dunia yang terpaksa bekerja dan kehilangan masa kecilnya.
Aku tahu Tuhan akan selalu melindungimu teman-teman kecilku.
andai saja di dunia ini masih tersisa semangat berbagi, tolong-menolong dan saling membantu satu sama lain atas rasa cinta dan persaudaraan, pasti tidak akan ada orang yang merasa kesusahan dan kekurangan.
ReplyDeletelain kali saya juga ditraktir nasgor-nya ya om ^_^
hahaha... ayo, tapi nggak boleh ngajak temen ya :))
Deletesitu memang lovable prab
ReplyDeleteKakakable banget :(
ReplyDeleteSitu Oke! emang kakakgenic. :(
ReplyDeletePak direktur emang cakep :"))))
ReplyDeleteomm... bayarin SPP ommmm
ReplyDeletesebagai gali aku terharu :(
ReplyDeletehmmm....
ReplyDeleteSaya sangat terharu membaca tulisan ini...
ReplyDeleteTapi ya agak geli juga ketika si anak bawa temen :)
wes cocok due anak....
ReplyDeletewes cocok due bojo....
ReplyDeletemakasih gan tentang infonya dan salam sukses
ReplyDeleteterimakasih bos infonya dan semoga bermanfaat
ReplyDelete