04/01/2014

Sebuah Tinjauan Kesederhanaan Dan Romantisme Dalam Prespektif Masyarakat Modern

Hari ini Lantip tampak beda dari biasanya. Sudah sepeminuman kopi -termasuk menunggu ampasnya turun- dia berdiri di depan cermin besar yang menempel di dinding kamarnya hanya untuk memastikan tidak ada yang salah dari ujung kepala hingga ujung kaki. Rambutnya tampak basah mengkilat oleh pomid berwadahkan kaleng karatan warisan ayahnya yang hanya dipakainya di acara-acara resmi semisal kondangan dan hari besar keagamaan. Kemeja abu-abunya baru saja dia ambil dari meja setrika masih terasa hangat ketika dipakai di badan. Kemeja abu-abu tadi adalah pilihan terakhirnya setelah mengobrak-abrik lemari yang sebenarnya tidak terlalu banyak juga isinya. Tapi sore ini Lantip merasa dirinya harus tampil sempurna. Seseorang yang istimewa dan pernah singgah di hatinya ingin bertemu dengannya.
Lantip melihat ke sudut dinding kamarnya, jam dinding menunjukkan pukul 7, Lantip bergegas memakai sepatu pantofel hitamnya. Sepatu bergambar anak anjing itu sejarahnya sangat misterius. Ia mendapatkannya di masjid dekat rumahnya ketika selesai jumatan beberapa bulan yang lalu. Lantip tidak mencurinya, dia malah kehilangan sandal gunung kesayangannya. Seseorang telah tertukar alas kakinya ketika jumatan di masjid yang sama. Lantip sebenarnya menunggu sampai lama hingga sandalnya kembali, tapi setelah jemaah sepi, hanya sepatu itu yang tersisa di halaman masjid dan si pemilik sepatu juga tak kunjung datang mengambil. Lantip kehilangan sandal gunungnya tapi mendapatkan ganti sepatu pantofel yang ternyata pas dipakainya. Seperti jodoh, kadang sesuatu datang tiba-tiba, memaksa menggantikan yang sudah disayang sejak lama.
“Ra cocok, malah kayak sales dompet door to door.” Gumamnya sambil memandangi kaos kaki putihnya yang berpadu dengan sepatu pantofel hitamnya. Segera ia menyopot sepatu dan mengganti kaos kaki putihnya dengan yang berwarna hitam.
Cerita selanjutnya silahkan baca di sini