23/08/2012

Sesaat Subuh, Sekarung Doa Dan Harapan

Tempat kost baru! Akhirnya aku mendapat sebuah kamar kost setelah hampir 3 bulan di Balikpapan aku menumpang di rumah kakak angkatan kuliahku dulu. Ceritanya sih pengen terus numpang karena ngirit, tapi lama-lama sungkan dan nggak enak. Ahihii...

Tempat kost itu terlihat adem, banyak pohon di sekitarnya, sebuah rumah lama yang bersekat kayu tebal. Bersih dan tampak rapi. Di tempat itu hanya ada 4 kamar yang 2 diantaranya akan menjadi milikku dan temanku sesama perantauan dari Jogja. Terdapat 2 kamar mandi yang terpisah dari kamar walaupun masih di rumah yang sama, jadi 2 orang banding 1 kamar mandi, lumayanlah nggak bakal antri, apalagi 2 penghuni lainnya kerja di oil company yang memberlakukan sistem on - off, jadi bakal sepi rumah kost ini.

Harga Rp. 550 ribu/ bulan langsung kusepakati  dengan pemilik kost, seorang ibu separuh baya yang tinggal cuma berdua dengan anaknya. Sebenarnya tidak berdua, total ber-empatbelas dengan 12 anjingnya. Mungkin ini yang membuat ia menyewakan tempat kostnya sebegitu murahnya. Sekedar untuk catatan, harga pasaran kamar kost di Balikpapan lumayan tinggi, rata-rata 750 ribu/kamar/bulan dengan fasilitas yang sama dengan kamar kost baruku ini. Tapi untuk aku, ada hewan peliharaan di sebuah rumah merupakan sebuah anugrah, menjadikan rumah itu lebih hidup.

Hari berganti hari, setelah aku menempati tempat tinggal baruku. Aku menemukan lagi alasan kenapa tempat kost ini begitu murah, masjid! Sebuah masjid berada kira-kira 100m dari kostku, secara posisi letaknya di bawah kost, tapi masjid itu juga tinggi dan mempunyai sebuah pengeras suara yang menghadap ke kostku, alhasil "toa" tadi ibarat berhadapan muka dengan kostku.

Ramadhan datang, dan inilah puncak kemenangan 'Toa" tadi. Tak hanya puas dengan informasi imsak yang biasa dilagukan seperti masjid-masjid di Jogja, masjid di Balikpapan pun mengganti suara manusia dengan bunyi sirine seperti yang aku pernah tahu di TVRI dengan kekuatan penuh. Dulu, biasanya setelah sahur aku langsung tidur, tapi di sini jangan harap tidur sebelum sirine itu berbunyi.

Sebulan akhirnya berlalu, Idul Fitri pun telah lewat beberapa hari, tapi sisa traumanya masih ada dalam bentuk insomnia dan semakin parah. Sekarang aku baru bisa tertidur pada jam 7 pagi. Terima kasih penemu pengeras suara bernama TOA!!

Hmm.. tapi sebenarnya dibalik semua sakit tadi, aku menemukan sebuah perasaan yang bernama kesepian. Dimana aku merasa sebagai orang yang jauh dari keluarga, saudara, teman-teman dekat, dan... cinta.
Di sebuah subuh paska hari raya, aku benar-benar merasakan kesepian itu datang. Aku menunggu subuh. bukan suara berisik yang kurindukan, tapi suara adzan subuh sebagai tanda ajakan orang untuk bangun dari tidurnya dan melakukan perintah sholat. Suara itu datang, kunikmati sambil menghisap rokokku, lantunan puisi berbahasa Arab yang menyerukan kebesaran-Nya. Kuputuskan untuk menunggu hingga datang  iqomat, aku benar-benar menikmatinya. 

Iqomat berakhir, hening tiba menggantikan. Aku bangun dari dudukku, kumatikan rokokku dan berjalan menuju kamar mandi untuk wudhu. Setelahnya aku mengganti celana pendekku dengan celana panjang yang untungnya sudah terlaundry dan wangi. Aku ambil jaketku, aku gelar sebagai pengganti sajadah. Aku berniat subuhan..

Usholli fardlosh shubhi rokataini mustaqbilal qiblati adaan imaaman ma'muuman lilahita'ala..

Aku sholat subuh! Seusainya, aku terus terduduk bersila. Aku beryukur masih bisa sholat subuh hari ini, berterima kasih kepada Tuhan diberi kesehatan dan rejeki. Aku berdoa agar diberi kekuatan untuk berpikir dan bekerja. Aku memohon agar event-eventku nantinya berhasil. 
Aku bacakan Al Fatihah untuk almarhumah mamaku sambil membayangkan wajahnya pada saat terakhir aku bertemu sebelum dia menghembuskan nafas terakhirnya. Aku rindu suaranya memanggil namaku. Aku rindu marahnya, aku rindu ketawanya. Tuhan, titip mama, berilah tempat terbaik di sana.
Aku berdoa untuk papaku, aku memohon agar dia diberi kesehatan dan umur panjang. Selama ini aku merasa nggak pernah jadi anak yang berbakti dan penurut. Belum ada kebanggan yang bisa kuberikan kepada orang tuaku. Tuhan, berilah aku waktu untuk membahagiakannya.
Aku berdoa untuk kakakku, istrinya, dan ponakanku yang jarang aku kunjungi. Aku memohon agar aku diberi kesempatan untuk bertemu dengan mereka dalam keadaan yang tak kurang apapun. 
Aku berdoa untuk adikku, agar Tuhan memberi adikku yang terbaik di karir dan hidupnya. 
Aku berdoa untuk untuk teman-teman yang selama ini telah membantuku dan baik kepadaku. Tuhan, berikan mereka balasan kebaikan beribu-ribu kali  lebih banyak dari yang mereka berikan padaku selama ini.
Aku berdoa untuk cintaku, aku memohon untuk bisa didekatkan lagi dengannya, selama ini kami selalu terpisahkan oleh jarak. Aku memohon untuk diberi kesempatan lagi memulai semuanya dari awal ketika kami masih dekat. 4 tahun ini aku menunggunya, tunjukkanlah aku cara untuk bertemu dan saling menyinta ya Allah. Jaga hatinya untukku, jodohkanlah kami ya Allah..
Aku menahan tangis, tapi aku nggak bisa menahan banyaknya permohonan kepada Tuhanku. Maaf Tuhan, aku rewel subuh ini, dan aku akan tetap rewel subuh besok..

Suara burung dan gonggongan anjing menyadarkanku dari haru. Perlahan aku mengemasi jaket sajadahku. Dari kaca jendela kulihat gerimis. Aku mengambil sebatang rokok dan kunyalakan. Kujadikan doa dan harapanku sebagai asap, agar mereka bisa terbang jauh dan bertemu Tuhanku.


22/08/2012

Rumah Tuhan


Malam itu, 10 malam menjelang Idul Fitri. Dome Balikpapan dipenuhi orang. Mayoritas mereka adalah umat sebuah gereja di Balikpapan. Mereka datang untuk menyaksikan sebuah pertunjukan konser musik dengan bintang tamu Regina (idol). Sebenarnya mereka bukan sekedar menyaksikan konser musik, tapi mereka juga sekaligus mengumpulkan uang untuk pembangunan atap gereja mereka yang sudah hampir runtuh dimakan usia.
Panitia pembangunan gereja sengaja mengemas kegiatan pengumpulan dana ini dengan sebuah pertunjukan musik, dan akhirnya mereka berhasil mengumpulkan dana hampir 200 jt dari hasil penjualan tiket dan lelang di malam itu. Tidak sia-sia pengurus gereja dan panitia konser amal itu bekerja.

Aku jadi ingat ketika aku dulu di Jogja, aku sering makan di sebuah rumah makan Batak yang (tentu saja) menyajikan masakan non muslim. Beberapa kali aku menemui serombongan muda-mudi gereja mengumpulkan uang untuk tujuan pembangunan gereja ataupun kegiatan lainnya dengan mengamen di rumah makan itu. Mereka menyanyi berjam-jam, menunggu tamu datang lalu menyanyikan beberapa lagu rohani dan mendapatkan uang dari tamu yang bersimpati. Dan seingatku, mereka hanya menyanyi di tempat-tempat yang spesifik, seperti di rumah makan khas Batak tadi atau di rumah makan lain yang mempunyai menu spesifik juga.
Tidak jarang aku melihat di jalanan, sekelompok orang menggunakan sebuah mobil van yang di atasnya terdapat pengeras suara. Mereka meminta sumbangan untuk pembangunan sebuah masjid. Atau di lain tempat, aku menemukan orang-orang meminta sumbangan dengan menyodorkan amplop bertuliskan "Dana pembangunan masjid bla.. bla.. bla.." atau "Pondok Pesantren bla.. bla.. bla..". Mereka mencari sumbangan dimana-mana, di tempat umum. Terkadang, masjid atau pondok pesantren yang mereka wakili akupun nggak tau dimana letaknya.

Jadi gini.. Aku nggak akan ngomong minoritas - mayoritas. Aku lebih menyikapi tentang cara mereka mengumpulkan uang untuk membangun apapun hingga yang mereka sebut rumah Tuhan. Bahkan secara pribadi aku malu, dari bagitu banyaknya cara kenapa malah cara itu yang ditempuh saudara-saudaraku yang konon seiman (minimal di ktp)? Usaha dan cara yang baik tentunya menghasilkan sesuatu yang baik, apalagi dengan didasari itikad yang baik juga. Kalau kita mau sedikit berusaha dan berpikir, Tuhan pasti akan menunjukkan jalan dan merestuinya, apalagi untuk membangun rumah-Nya.





12/08/2012

Mudik Oh Mudik..


Baru tahun ini aku mengalami lebaran tidak di rumah. Lebaran-lebaran sebelumnya selalu kurayakan di rumah bersama keluargaku. Tapi sejak April 2012 kemarin ceritanya aku bekerja di Balikpapan dengan kontrak setahun di sini. Tidak terasa hari berganti, bulan berjalan dan Ramadhan datang, yang artinya sebentar lagi lebaran. Dan aku terjebak di Balikpapan tanpa bisa membeli tiket untuk pulang. Bukannya tanpa perencanaan untuk membeli tiket sebelumnya, tapi aku memang waktu itu belum punya uang untuk membeli tiket. Dan di saat aku sudah punya sedikit tabungan harga tiketpun melambung tinggi, melebihi cita-cita muliaku untuk bersilahturahmi dengan orang-orang terdekat di rumahku.

Tapi nggak ada yang harus disesali dengan gagalnya mudik. Paling nggak, uang yang telah aku tabung untuk membeli tiket bisa aku kirimkan ke rumah supaya aktifitas lebaran di rumah tetap bisa berjalan dengan aman. Keuntungan lainnya, aku terbebas dari pertanyaan-pertanyaan klasik basa-basi yang selalu menjadi trend di musim lebaran misalnya

"Kamu sekarang kerja dimana, dimana kantornya?"

"Kamu kapan lulusnya?"

Sampai pertanyaan yang menjatuhkan mental seperti

"Mana pacarmu kok nggak dikenalin?" atau

"Kapan nikahnya, kok belum ada undangannya ya?"

Nah kan? Nggak mudik bukan berarti harus sedih, semua pasti ada hikmahnya. Paling nggak buat kali ini aku bisa menunda menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.

02/08/2012

Tahu Tek Penyelamat Anak Kost





Aku perkenalkan makanan yang cukup populer di Balikpapan, Tahu Tek.

Tahu Tek sebenarnya makanan khas jawa timur, tetapi kita bisa mudah menemukannya di Balikpapan karena di sini populasi masyarakat Jawa, khususnya Timur cukup banyak, hampir 30% dari seluruh penduduk Balikpapan. Nggak tau kenapa namanya Tahu Tek, ada yang bilang dulu ketika berjualan keliling, penjualnya selalu membunyikan wajannya. Ada juga versi lain dinamakan Tahu Tek karena si penjual selalu membunyikan gunting yang digunakan untuk memotong bahan masakan.

Di jajaran kosakata kuliner, sebenarnya Tahu Tek bukan menu unggulan, tapi aku menganggap Tahu Tek sebagai menu istimewa karena harganya yang murah diantara makanan-makanan lain. Oh iya, FYI, jangan heran kalau berkunjung ke Balikpapan, di sini harga makanan cukup mahal untuk itungan orang yang pernah hidup di Jogja. Untuk perbandingan, nasi rames di Jogja bisa didapatkan dengan harga Rp. 5000 untuk menu nasi dan telur, tapi di Balikpapan bisa seharga Rp. 9000.. Bahkan kalau beli nasi ayam di warung pecel lele pinggir jalan, bisa keluar Rp. 20.000 sekali makan. Selamat datang di kota dengan biaya termahal di Indonesia. ( http://www.tempo.co/read/news/2012/07/16/058417256/Balikpapan-Kota-dengan-Biaya-Hidup-Termahal )






Ok, balik ke Tahu Tek. Makanan ini sebenarnya sederhana. Isinya lontong, tahu goreng, telur (pilihan), taoge, irisan timun, kadang kentang, dan disiram dengan sambel kacang dan di beri krupuk. Ini versi sangat sederhana dari gado-gado atau lotek di Jawa.







Warung Tahu Tek favoritku di Balikpapan ada di seberang RS Restu Ibu. Harganya Rp. 9000 satu porsi, lumayan murah dan kenyang. Cuma sayangnya, lontong yang mereka buat bungkusnya bukan dari daun pisang seperti yang kita sering temui di Jawa, mereka memakai plastik. Bagaimanapun keliatannya nggak sehat untuk menyampur makanan dan plastik lalu memasaknya bersamaan.