12/02/2013

Sepiring Cerita Bumbu Lada Hitam


*

Rumah makan itu dibangun di pinggir perkampungan dengan hamparan sawah sebagai pemandangannya. Bangunannya hanya sederhana, dibangun dari tiang-tiang penyangga kayu glugu dan atapnya dari anyaman daun kelapa. Halaman depannya yang lebar diteduhi oleh beberapa pohon melinjo dan talok. Di saat malam, nyala obor yang dipasang berjajar mengelilingi rumah makan membuat hangat mata yang memandangnya.
Pemiliknya memberi nama tempat ini Heiho, konon katanya biar keliatan ke"Jepang-Jepangan". Padahal yang disajikan masakan rasa rempah-rempah ala Melayu, tempatnya bernuansa Jawa, dan musik yang diputar smooth jazz. Nggak nyambung semua. Tapi apalah arti sebuah nama, toh tempat ini tetap laris setiap harinya.
Malam itu, sepasang manusia terlihat masuk ke rumah makan, wajah mereka tampak cerah sumringah. Mereka berjalan bergandengan tangan dari motor yang diparkirnya menuju rumah makan. Bukan bergandengan, lebih tepatnya si perempuan memeluk lengan si pria. Mereka masuk dan lalu duduk di meja nomer 11.
Seorang pelayan datang menghampiri dan lalu menyodorkan sebuah buku menu kepada mereka. Mereka melihatnya beberapa saat lalu memilih makan malam mereka. Si perempuan lalu menulis pesanannya di atas secarik kertas kemudian menyerahkan kepada si pelayan. Si pelayan mengangguk kepada kedua tamunya lalu bergegas pergi menuju dapur dan memberikan kertas tulisan pesanan tadi kepada tukang masak.

Baca lanjutan ceritanya di vindrasu.com