21/05/2014

Catatan Kuliner 2014

“Mewah!” Teriak saya suatu pagi di rumah beberapa waktu yang lalu. Bagaimana tidak mewah ketika di meja makan sudah terhidang sayur lodeh, telur dadar gulung pedas, dan sambel terasi buatan bapak saya. Komposisi menu yang jarang saya temui di luar rumah. Iya, sesuatu yang menurut saya luar biasa mewah.
Berpergian dari rumah beberapa tahun ini meninggalkan beberapa pengalaman dan pelajaran yang penting untuk saya pribadi dalam hal makan memakan. Lidah saya ini termasuk lidah ndableg yang nggak bisa move on dengan mudah, nggak bisa langsung doyan dengan menu masakan baru.  Nah, apesnya nggak semua kota yang saya kunjungi belakangan ini sama karakter cita rasa makanannya. Lidah saya yang sudah puluhan tahun mengecap cita rasa rumah ini agak sedikit minder kalau ketemu rasa baru. Lha tapi apa terus nggak makan?
Saya harus sadar diri bahwa nggak selamanya saya di rumah atau mungkin nggak selamanya saya bisa makan di rumah. Lidah saya mau nggak mau harus diajak gaul, dikenalkan, dan disrawungke sama rasa-rasa yang lain. Beberapa bulan pertama merantau (dalam jangka panjang) saya berusaha keras menghilangkan ingatan-ingatan rasa yang membekas kuat di lidah saya. Mungkin sampai nangis lidah saya kalo teringat dan membayangkan lezatnya sayur lodeh, sayur bayem, tempe garit bumbu bawang uyah, semur daging giling, atau telur dadar pedas yang saya sebutkan tadi di awal. Prinsip yang saya tanamkan pada diri saya terhadap makanan waktu itu adalah: Makan itu harus dan rasa itu bonus. Bersyukur masih bisa makan, lebih bersyukur lagi kalau makanan yang saya santap punya rasa yang pas seperti saya inginkan.
Kembali ke makanan mewah. Menurut saya makanan mewah bukan makanan yang mahal, makanan mewah adalah makanan yang saya sukai tapi susah saya temui. Terkadang malah tidak berharga secara rupiah tapi bernilai (secara) romantisme. Beberapa makanan mengingatkan saya akan banyak hal. Kehangatan rumah, keramahan persahabatan, cerita bahagia kesuksesan, atau bahkan tangis sedih kehilangan.
Ya gitulah. Balada lidah ribet seperti saya ini yang menganggap makanan mewah tidaklah mewah tanpa bumbu kisah di dalamnya. Selamat menikmati hidangan mewahmu, apapun itu.