26/05/2012

Semangat Pewujud Mimpi

Namanya Endri, tapi aku selalu memanggilnya dengan Hendri. Dulu dia sempat menjadi staff teknis untuk sebuah art company besar di Jogja. Tapi dengan kondisi keuangannya dia ingin keluar dan mencari pekerjaan baru yang lebih menjanjikan. Dalam satu kesempatan bertemu dengan Hendri, dia meminta langsung ke aku untuk diberi kesempatan bekerja denganku bila ada kesempatan. Beberapa teman mendukung, tapi beberapa teman lain menyarankan untuk tidak melibatkannya. Ternyata dia pernah berurusan dengan bekas tempat kerjanya. Dia pernah dituduh mencuri beberapa barang di kantornya (yang akhirnya baru-baru ini semua tahu Hendri tidak terbukti bersalah).
Aku belum pernah bekerja dengannya, aku juga belum pernah mempunyai pengalaman buruk dengannya. Yang aku tahu waktu itu adalah dia punya hak untuk memulai hidup baru. Semua orang berhak mendapatkan pekerjaan yang lebih layak.Akupun berjanji akan mengabarinya segera kalau ada pekerjaan buatnya.


Selang beberapa waktu kemudian, aku meminta bantuannya untuk membangun kantor PakJepret di bilangan Jogja Utara. Sebuah kantor aku dirikan bersama teman-teman, bergerak di bidang jasa fotografi. Kami butuh renovasi, membangun teras dan membuat beberapa lemari. Dia datang dengan semangat. Di sela-sela kerjanya, dia banyak bercerita tentang pekerjaan sebelumnya. Dia ternyata pernah jadi supir truk cargo antar kota. Dan sekarang dia nganggur, dia memilih untuk menjadi tukang serabutan.
Renovasi kantor selesai. Kerjaannya lebih dari kata lumayan, dan yang penting nggak ada catatan khusus tentang perilakunya selama bekerja. Yang dikawatirkan oleh teman-temanku nggak terbukti, nggak ada barang hilang. Aku mulai percaya untuk mengajaknya bekerja dalam berbagai event.


Di lingkungan Kelas Pagi Yogyakarta (KPY), dia lebih dibutuhkan dibanding aku sebagai admin. Keahlian memperbaiki listrik dan tukang-menukang menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan di sana. Bahkan beberapa admin seperti mas Berto dan mbak Nana memanggilnya untuk urusan rumah pribadinya.


Di Papermoon Pupet Theater kamipun pernah bekerja bersama. Aku ingat pada saat latihan Mwathirika. waktu itu aku sempat membentaknya karena dia tidak berhati-hati dalam pekerjaannya, tangga yang dia gunakan hampir terjatuh. Sebelumnya aku sempat ngomong sama dia kalo kaki tangga itu terlalu miring untuk dinaiki, tapi dia tetap nekat menaikinya dan tangga itupun hampir terjatuh dengan tubuhnya di atas tangga. 
Foto tangga ini selalu 
mengingatkanku sama Hendri..
Pada akhirnya aku sadar kalo dia hanya ingin mengerjakan tugasnya semaksimal mungkin. Dia ingin membuat semua orang yang ada di sana percaya kepadanya kalau dia bisa diandalkan. Semangatnya untuk bekerja dan memuaskan relasinya terkadang membuatnya lupa atas keselamatan dirinya. 


Papermoon adalah tempat yang istimewa. Di tempat ini aku benar-benar (dan masih ingin) belajar bagaimana cara membangun kemampuan seseorang. Hendri, sebelumnya adalah supir truk kargo dan tukang, tapi di tempat ini dia menjadi seniman. Waktu itu dia mengusulkan untuk menambahkan lampu di setiap kursi yang diduduki oleh pemain boneka Papermoon. Idenya luar biasa, mungkin baginya itu hanya sebuah lampu yang menyala dan indah, tapi bagi aku kursi mendapatkan efek floating yang indah dan lebih bermakna.
Mwathirika pentas di LIP Jogja dan di Goethe Jakarta. Hendri tetap ikut sebagai crew. Effort, tanggung jawab, dan rasa memiliki terhadap sebuah proses yang dimilikinya sangat luar biasa.


Setelah itu aku jarang lagi bertemu dengannya, hanya sesekali bertemu untuk silahturahmi, nggak ada kerjaan spesial buatnya. KPY dan Papermoon lebih sering menggunakan jasanya. Maturnuwun Gusti, aku nggak salah pilih orang dan mengajaknya bekerja di lingkunganku. Semua suka sama Hendri..!


21 Mei 2012, sore hari, sebuah kabar datang dari mbak Nana dan mas Berto KPY, Hendri meninggal karena sakit. Kabar itu langsung menggiring ingatanku ke beberapa tahun yang lalu, di sebuah pertemuan dengannya, dimana dia meminta diajak dilibatkan dalam kegiatan-kegiatanku. Dan aku lalu sadar aku sekarang di Balikpapan, aku nggak pamit sama dia. Aku meninggalkan Hendri dan dia balas meninggalkan aku. 
Aku bukan siapa-siapanya Hendri, dia yang lebih berarti buat aku. Karena dia aku tahu tentang arti effort dan tanggung jawab. 
Hendri adalah kepala keluarga, bapak 2 anak balita. Anak terkecilnya dilahirkan dengan kebutuhan khusus. Hingga akhir hidupnya terus berusaha untuk membahagiakan keluarganya dan orang-orang terdekatnya.
Sebagai orang yang tau latar belakang keluarganya, aku merasa bersalah nggak bisa berbuat sesuatu yang lebih berarti di masa hidupnya. 
Aku dulu pernah membayangkan tentang pekerjaan rutin dan pemasukan yang rutin untuk dia agar dia bisa menyejahterakan keluarganya. Tapi itu semua nggak bisa terwujud karena keterbatasanku. Aku menyesal....


Ria Papermoon menyebutnya sebagai Pewujud Mimpi..
Ya, dia memang pewujud mimpi semua orang, dan diapun hingga saat-saat terakhirnya masih bekerja untuk mewujudkan impian orang-orang sekaligus mimpinya membuat bahagia keluarganya.
Dari Hendri aku belajar banyak tentang arti semangat dan kerja keras..

Coy, kancaku Endri Rahayuwibowo..
Gusti wis maringi obat sing paling ampuh. Saiki kowe wis ra bakal lelaranen meneh..
Aku seko adoh mung iso nyangoni donga.. 
Uripmu dadi tuladha sing apik nggo kanca-kanca kabeh neng kene..
Aku sumedhot pas krungu kowe ra ono, tur aku ikhlas.. Iki kersane Gustiallah sing paling apik..
Sing ngati-ati neng kono yo Coy, ojo waton penekan...

In memoriam Hendri (bawah tengah)
*Semua foto diambil dari halaman Facebook Ria Papermoon http://www.facebook.com/profile.php?id=816591257

No comments:

Post a Comment